Bernilai Ekonomi Tinggi, Kementan Gencarkan Hilirisasi Komoditas Singkong

  • Bagikan

JAKARTA,PAREPOS.FAJAR.CO.ID-Kementerian (Kementan) di tahun 2022 selain fokus meningkatkan produksi, juga gencar melakukan hilirisasi produk pangan lokal yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satunya pengembangan produk aneka olahan singkong guna menggairahkan sektor perekonomian masyarakat pedesaan dan nasional.

Singkong

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menuturkan upaya nyata untuk meningkatkan semangat petani singkong yakni menghadirkan hilirisasi. Pasalnya, komoditas singkong memiliki market oriented, sehingga menaikkan kelas singkong dan petani memperoleh nilai tambah yang luar biasa.

“Singkong dapat dimanfaatkan semua bagiannya, tidak ada yang terbuang. Mulai dari daun, batang, buahnya semua dapat dimanfaatkan. Pangan lokal harus hadir di tengah masyarakat kita, kurangilah pangan impor. Ini pekerjaan berat, tetapi harus dimulai dan saya yakin akan bisa karena kesadaran milenial sekarang sudah bagus, memamnfaatkan pangan lokal dibranding supaya naik kelas,” demikian dikatakan Suwandi pada webinar yang mengangkat topik pangan lokal tentang Teknologi Maju Mengolah Singkong untuk Aneka UKM, Sabtu, 15 Januari 2021.

Suwandi menekankan pengembangan budidaya hingga hilirisasi produk olahan singkong merupakan pengejewantahan strategi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam cara bertindak 2 (CB2) terkait diversifikasi produksi dan pangan lokal seperti jagung, ubi jalar, ketela, singkong, talas, sagu dan lainnya diolah sedemikian rupa sebagai pangan pokok. Karena itu, Kementan berkomitmen mendorong komoditas singkong hingga produk olahanya naik kelas sehingga harus dapat memenuhi standar dan kualitas yang diminati pasar termasuk di hotel-hotel.

“Perintah Pak Menteri Pertanian Syahrul Limpo agar mengangkat pangan lokal bernilai ekonomi tinggi. Ini berdampak langsung kepada kesejahteraan petani dan perekonomian nasional. Singkong ini memiliki produk olahan dan sangat menjanjikan masuk di hotel-hotel,” jelasnya

Pada webinar ini, Ketua Umum Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), Arifin Lambaga mengatakan pihaknya selalu mendorong hilirisasi singkong, karena kemajuan sektor hulu tergantung pada hilirnya. Karenanya, harus meningkatkan dan memperluas produk olahan singkong sehingga membuka peluang diserapnya semua hasil budidaya.

“Kita mengharapkan ada bibit dengan produktivitas 30 sampai 40 ton perhektar. MSI telah bekerja sama dengan Direktorat Aneka Kacang dan Umbi mengembangkan demplot-demplot pembibitan singkong, yang nantinya bibit unggul akan disebarkan ke masyarakat. Kita sudah mulai di Sukabumi seluas 10 hektar. Kita berharap akan ada 5 sampai 6 demplot lagi di seluruh Indonesia,” sebutnya.

Zubir Marzuki, Owner CV. Megah Tani, yang merupakan Podusen Mocaf dan Tapioka di Aceh Timur mengatakan pihaknya telah menggalakkan proyek pengolahan mie Aceh dengan bahan baru dari mocaf. Menurutnya, upaya pensubtisusian bahan ini akan berdampak tidak hanya pada aspek ekonomi dengan terciptanya kemandirian pangan lokal, tetapi sekaligus juga dapat menjadi solusi bagi mereka yang ingin tetap aman untuk menikmati mie Aceh, tanpa khawatir akan efek buruk karena adanya penyakit tertentu yang diidap, seperti asam lambung, celiac, alergi gandum atau autis.

“Dari aspek ekonomi, pensubstitusian ini akan membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar. Mulai dari dari hulu, yaitu petani, sampai ke hilir, para distributor. Industri berbasis mocaf ini juga nyaris tanpa limbah,” tuturnya.

Guru Besar ITB, Prof. Robert Manurung, salah satu narasumber dalam webinar ini menjelaskan tanaman singkong merupakan salah satu tanaman yang paling efisien memanen energi surya. Kemudian, integrasi budidaya tanaman singkong dengan beragam operasi pengolahan untuk membentuk suatu struktur simbiosis industrial, meniru pola interaski simbiosis kehidupan komunitas biologis.

“Aneka ragam perangkat pengolahan maju yang tersedia, memberi pilihan merancang konfigurasi operasi pengolahan biomasa singkong yang dapat menghasilkan berbagai produk bernilai tambah tinggi dan memudahkan daur ulang nutrisi yang penting diperlukan menjaga kelestarian produktivitas lahan,” terangnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan singkong merupakan salah satu komoditas sumber pangan alternatif pengganti beras, kini diolah menjadi berbagai produk turunan yang bisa dinikmati mulai dari akarnya hingga daun. Produk olahan ini tidak hanya mengenyangkan namun juga menyehatkan, sehingga singkong harus naik kelas sebagai penggerak perekonomian masyarakat.

“Pengembangan singkong mulai dari petani sebagai pemasok hingga diolah menjadi produk olahan siap santap dibuat dengan skala ekonomi. Kita cari tahu bagaimana singkong, misalnya getuk kita bisa naik kelas lagi untuk bisa bertahan beberapa hari sehingga bisa dibawa keluar kota bahkan luar negeri,” kata SYL.(*/ade)

  • Bagikan