PAREPARE,PAREPOS.FAJAR.CO.ID– Komisi II DPRD Kota Parepare menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait tuntutan Umat Bersatu Rakyat Maju dan beberapa LSM dan Ormas menyangkut kewajiban vaksin bagi semua masyarakat. Pasalnya, kewajiban tersebut diperuntukan baik yang memiliki penyakit maupun tidak ada penyakit, yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam RDP terungkap kurang lebih 14 poin aspirasi untuk segera dilanjutkan ke pemerintah pusat. Salah satunya meminta agar Peraturan Presiden (Perpres) No 14 Tahun 2021 dicabut. Selain itu, berbagai pertanyaan pun dilontarkan terkait warga yang tidak memenuhi syarat vaksin karena penyakit tapi tidak diberikan surat sebagai tanda akan hal itu.
Kalangan pelajar mempertanyakan aturan tidak dibolehkannya mereka ikut Pembelajaran Tatap Muka (PTM), karena belum divaksin. Bantuan-bantuan sosial pemerintah juga dikeluhkan. Masyarakat juga merasa diintimidasi dan dipaksa oleh pemerintah dengan melibatkan pihak aparat.” Yang menyedihkan, banyak di antara mereka yang sakit, namun dipaksakan divaksin demi mendapat bantuan. Dan ketika mereka sakit, tidak ada yang bertanggung jawab. Inilah yang mendasari kita minta agar Perpres No 14 Tahun 2021 dicabut, karena ini menimbulkan polemik. Sedangkan WHO tidak memberikan kewajiban kepada warga negara,”ujar perwakilan masyarakat yang juga mantan anggota DPRD Kota Parepare, H Rahman Saleh.
Lanjut Juru Bicara Gabungan LSM\Ormas, menyampaikan kepada DPRD dan pemerintah kota agar menyurat ke pemerintah pusat untuk mencabut Perpres tersebut. Sebab dinilai tidak rasional. “Kenapa orang vaksin dikaitkan dengan bantuan. Inikan kewajiban pemerintah. Jadi, nyata saja dari aturan sudah ada paksaan,”bebernya.
Ketua Komisi II DPRD Kota Parepare, Kamaluddin Kadir mengatakan, Keputusan Presiden No.14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kamaluddin juga menyebut, dalam rangka pelaksanaan vaksinasi di Kota Parepare untuk pelaksanaannya sekarang lebih dengan cara door to door. Dia berharap agar tim yang diturunkan untuk lebih edukatif dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat.
“Ini yang tidak terjalin, sehingga banyak tuntutan masyarakat apalagi tim yang diturunkan pemerintah disertai Aparat TNI-Polri. Ada anggapan yang lebih duluan menyampaikan informasi terkait pelaksanaan vaksin adalah TNI-Polri. Seharusnya yang lebih mendekati itu RT/RW, Lurah serta Camat, atau Dinkes maupun Dokter yang mengikuti, itu yang seharusnya lebih duluan mengedukasi,”ungkapnya.
Asisten II Pemkot Parepare, Suriani menjelaskan, berbagai dugaan yang didengarkan bersama-sama itu sebagian besar tidak benar apa lagi ada intimidasi seperti itu.”Yang dilakukan mereka itu mengedukasi masyarakat, Kalau memang dipaksakan pasti banyak yang berteriak. Namun, itu disampaikan bahwa ada program untuk vaksinasi,” jelasnya.
Bahkan kata dia, tadi juga disampaikan sebelum divaksin, dilakukan pemeriksaan awal atau skrining. “Kalau mereka tidak layak untuk divaksin yah tidak divaksin juga, ditunda untuk divaksin. Kalau mereka bisa divaksin, kenapa tidak, karena ini merupakan kekebalan. Tadi sudah dijelaskan terkait kegunaan vaksinasi,” ujarnya.
Terkait penerimaan bantuan sosial wajib vaksin, itu di dalam regulasi dalam Perpres dijelaskan bahwa setiap penerima bantuan harus dapat memperlihatkan kartu vaksin. “Tetapi teman-teman di bawah tidak langsung mengeksekusi sedemikian rupa. Tadi disampaikan, kalau ada mau menerima, mana kartu vaksinnya, kalau tidak ada tetap diberikan. Namun, tetap dilakukan edukasi agar ke depan untuk bisa divaksin,”tegasnya.
Seperti diketahui dalam Perpres No 14 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 13A ayat (4) sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian pemberian administrasi pemerintahan dan denda. (nan/ade)