MATENG,PAREPOS.FAJAR.CO.ID- Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat resmi menahan tersangka penyalagunaan dana peremajaan sawit rakyat (PSR) Tahun Anggaran 2019, Senin, 10 Januari 2022.
Penahanan ketiga tersangka ini sendiri berdasarkan Surat Perintah Penahanan, yang ditanda tangani langsung Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat Bapak DIDIK ISTIYANTA, SH., MH. Nomor: PRINT – 15 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, PRINT – 16 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, PRINT – 17 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, tanggal 10 Januari 2022 dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi penyalahgunaan dana PSR di Kabupaten Mamuju Tengah Tahun 2019.
“Pada hari Senin tanggal 10 Januari 2022, Penyidik Pidsus Kejati Sulbar melakukan penahanan terhadap para tersangka masing-masing MA, BS dan SR di Rutan Klas IIB Mamuju selama 20 hari ke depan,”kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sulbar Amiruddin.
Amiruddin melanjutkan, alasan penahanan tersebut dilakukan dengan pertimbangan alasan objektif. dimana disangkakan kepada tersangka dengan ancaman hukumannya di atas 5 (lima) tahun vide Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP.
Alasan subjektifnya karena adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mempengaruhi saksi-saksi lainnya. ” Berkas perkara para tersangka telah dalam tahap penyusunan, sehingga proses penanganannya akan cepat selesai,”ujar Amiruddin.
Lebih jauh, Amiruddin menjelaskan, posisi singkat perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) penyalahgunaan dana PSR yaitu pada tahun 2019. Dimana Kabupaten Mamuju Tengah mendapatkan dana PSR melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Mamuju Tengah.
Salah satu tersangka yakni MA, selaku Kepala Dinas Perkebunan pada saat itu, dan selaku Ketua Tim PSR Mamuju Tengah mengeluarkan penetapan CP/CL terhadap salah satu kelompok tani penerima dana PSR yakni KT MB dengan luasan seluas 326,3750 Ha sebesar Rp 8,150,000,000, dengan cara melawan hukum. Diantaranya yaitu dalam pelaksanaan tugasnya, MA bersama dengan BS sebagai tim Verifikasi PSR Kabupaten Mamuju Tengah serta SR sebagai Ketua KT MB memanipulasi data anggota kelompok tani, termasuk memanipulasi titik koordinat seolah-olah lokasi lahan berada di luar kawasan, agar dapat memenuhi syarat formal pengajuan CPCL.
Selain itu, untuk pelaksanaan pekerjaan tumbang chipping, stacking dan irigasi. “MA selaku Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten mamuju Tengah dengan modus untuk memenuhi syarat administrasi, didalam surat perjanjian kerjasama perusahaan milik anak kandungnya serta menantu dimasukkan sebagai pelaksana pekerjaan tumang Chipping, stacking dan irigasi namun tidak dilaksanakan melainkan para kelompok tani menyewa kembali alat berat ke pihak lain sehingga perusahaan milik anak kandungnya, dan menantu mendapat fee 2 % dan uang pajak sebesar 10 %. Akibat perbuatan Para Tersangka, diduga merugikan keuangan negara kurang lebih sebesar Rp. 7.959.375.000,- berdasarkan penghitungan ahli audit keuangan,”jelasnya.
“Pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.(slm/B)