PAREPARE, PAREPOS.FAJAR.CO.ID — Pelaksanaan vaksinasi bagi anak umur 6 sampai dengan 11 tahun merupakan mandatori dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Sulsel, yakni berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel tentang Pelaksanaan Vaksinasi dimaksud.
Pemerintah Daerah termasuk Kota Parepare menindaklanjuti kebijakan tersebut di daerah masing-masing. Pemerintah Kota Parepare dalam pelaksanaan vaksinasi tetap memperhatikan kondisi anak sebelum divaksin. Karena itu dilakukan skrining dan observasi kepada anak terlebih dahulu.
Hal ini diungkap Sekretaris Daerah Kota Parepare, H Iwan Asaad, Senin, 24 Januari 2022. “Jadi pelaksanaan vaksinasi untuk anak ini tidak serta merta dilakukan, tetap dilakukan skrining dan observasi. Sehingga kondisi anak dinyatakan aman betul untuk menerima vaksin,” ungkap Iwan Asaad.
Iwan mengemukakan, dasar hukum pelaksanaan vaksinasi jelas yakni diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah. Terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019.
Kemudian ada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019, sebagaima telah beberapa kali diubah. Dan terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019. Ditambah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ MENKES/6688/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 bagi Anak Usia 6 (enam) samapi dengan 11 (sebelas) Tahun.
“Sehingga pelaksanaan vaksinasi di Kota Parepare merupakan mandatori ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Kesehatan. Dan karena itu Pemerintah Daerah tidak dibebani keharusan untuk membuat aturan atau kebijakan tersendiri. Sepanjang tidak menghadapi atau membutuhkan suatu tindakan khusus yang bersifat lokal, maka tidak butuhkan adanya pengaturan secara lokal. Jadi cukup mengacu secara langsung kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” tegas Iwan.
Sementara jika ada yang beranggapan bahwa pelaksanaan vaksinasi di Parepare ilegal karena tidak terlebih dahulu dibuatkan dasar hukum operasional di tingkat daerah, Iwan menekankan bahwa hal itu hanya perlu dilakukan oleh daerah yang memiliki kebijakan lokal yang akan dikorelasikan dengan aturan atau prosedur layanan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
“Bagi Pemerintah Kota Parepare, hal tersebut tidak diperlukan. Karena kita tidak memiliki kebijakan lokal, melainkan hanya melaksanakan aturan secara langsung,” tekan Iwan.
Iwan juga menekankan, jika terdapat tindakan-tindakan pelaksanaan di lapangan, yang dinilai kurang tepat atau tidak semestinya seperti bersifat memaksa, maka harus dicermati karena tindakan-tindakan semacam itu mungkin saja bersifat personal. “Tapi itu tetap akan kami cermati berdasarkan fakta yang ada,” kata Iwan.
Iwan mengingatkan, Mahkamah Agung (MA) sudah menguatkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019. Pada Pasal 13A ayat (2) Perpres itu berbunyi bahwa bagi warga masyarakat yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin wajib mengikuti vaksinasi COVID-19; Pasal 13A ayat (4) bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran vaksin, yang tidak mengikuti vaksinasi COVID-19, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; penundaan atau penghentian layanan adminitrasi pemerintahan; dan/atau denda.
Serta Pasal 13B berbunyi bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19, yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Parepare, Arifuddin Idris mengungkapkan, tidak ada tindakan pemaksaan atau pengancaman dalam vaksinasi anak ini, karena vaksinasi adalah hal yang wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebijakan Pemerintah Pusat tentang vaksin ini turun linear ke daerah. Dan daerah-daerah adalah pelaksana kebijakan itu.
“Kalau ada yang menyebut diancam sampai anak tidak naik kelas jika tidak mau divaksin, itu sama sekali tidak benar. Karena vaksin adalah wajib. Kami hanya bijaki bagi anak yang memang karena kondisinya tidak bisa divaksin harus belajar Daring di rumah. Karena kami ingin memastikan keamanan bagi anak-anak yang belajar tatap muka di sekolah,” tandas Arifuddin.
Sebelumnya, berbagai elemen masyarakat di Parepare turun menyampaikan aspirasi tentang penolakan vaksinasi bagi anak ini. Mereka menyampaikan aspirasi di Kantor Wali Kota Parepare, DPRD Parepare, dan Dinas Pendidikan Parepare.
Mereka meminta penghentian vaksinasi untuk anak, dan Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap vaksinasi anak ini. (*)