MAKASSAR, PAREPOS.FAJAR.CO.ID - Akses energi yang merata dan berkeadilan tentu menjadi dambaan semua pihak. Kondisi topografi Indonesia yang terdiri dari pegunungan dan kepulauan tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan akses energi yang sama agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali di daerah pelosok atau yang lebih dikenal dengan daerah 3T (Terluar, Terpencil dan Tertinggal).
BBM dan LPG yang sudah menjadi barang penting tentunya ingin dinikmati dengan harga yang sama di semua penjuru negeri. PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading Pertamina sebagai badan usaha yang menjalankan penugasan Pemerintah program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga mencatat hingga Mei 2022 telah tersedia 328 lembaga penyalur BBM Satu Harga di Indonesia dan 98% dari seluruh Desa yang ada di Indonesia telah memiliki Outlet LPG melalui program One Village One Outlet (OVOO). Penugasan Pemerintah ini dilaksanakan Pertamina dengan menanggung biaya distribusi BBM dari supply point terdekat menuju ke lokasi, sehingga harga BBM dapat setara seperti yang dinikmati masyarakat di kota dan harga LPG dapat sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan suatu daerah. Di Sulawesi sendiri telah terdapat 32 titik BBM Satu Harga dan 99.90% dari seluruh Desa yang ada di Sulawesi telah terjangkau OVOO.
Executive GM Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Agus Dwi Jatmoko mengatakan, sejak tahun 2017, Pertamina melaksanakan penugasan dari Kementerian ESDM melalui BPH Migas. Mekanisme pengusulan daerah untuk mendapatkan BBM Satu Harga dan OVOO pun berjenjang melalui pemerintah daerah kepada Kementerian ESDM, setelah ditetapkan titiknya maka menjadi tugas Pertamina untuk meninjau kelayakan lokasi dan jalur transportasi yang memungkinkan. Untuk dapat mencapai titik 3T, Pertamina Patra Niaga menyalurkan melalui multi moda transportasi darat, laut, dan udara, juga turut bekerjasama dengan semua stakeholder yang memungkinkan.
Tak jarang pendistribusian mengalami kendala di jalan seperti cuaca dan medan yang sulit untuk ditembus, namun itu sudah menjadi bagian dari tugas Pertamina. “Hal ini yang jarang diketahui oleh publik bahwa selain mendistribusikan di wilayah yang mudah, jika dibandingkan dengan lembaga penyalur swasta lainnya, hanya Pertamina yang diberikan penugasan untuk menyalurkan energi ke wilayah yang orang berfikir dua kali untuk kesana dan dilakukan dengan biaya yang ditanggung perusahaan,” ujar Agus.
Di Sulawesi sendiri 32 titik BBM Satu Harga tersebut tersebar meliputi Sulawesi Utara 8 titik, Gorontalo 3 titik, Sulawesi Tengah 13 titik, Sulawesi Selatan 4 titik dan Sulawesi Tenggara 4 titik. Sedangkan untuk OVOO hanya tersisa 13 Desa di Sulawesi yang belum terjamah pangkalan LPG.
Jumlah lembaga penyalur BBM Satu Harga dan Outlet LPG yang terus meningkat merupakan komitmen Pertamina Patra Niaga dalam mewujudkan energi berkeadilan bagi masyarakat Indonesia. “Kami akan terus memastikan distribusi dan ketersediaan pasokan bahan bakar ke SPBU BBM Satu Harga dan LPG berjalan dengan lancar, tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan akses energi dengan harga yang terjangkau, serta turut mendorong perekonomian di daerah 3T,” pungkas Agus
Titik Tersulit
BBM Satu Harga telah menjangkau hingga ke pulau paling ujung Sulawesi yaitu Pulau Miangas di Sulawesi Utara. BBM di pulau ini di suplai dari terminal BBM Bitung dengan menggunakan kapal tengker dengan jarak tempuh kurang lebih 8 hari untuk cuaca normal dan 13 hari saat cuaca buruk. BBM Satu Harga di Pulau ini mulai beroperasi Juli 2018 dengan konsumsi BBM per bulan sebanyak 2 kilo liter untuk premium serta 4 kilo liter untuk biosolar.
Selain Pulau Miangas, BBM Satu Harga ini telah sampai di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara. Kecamatan dengan akses darat paling sulit di Sulawesi. Perjalanan dengan naik-turun hutan tropis, jalanannya yang berkelok menyusuri pinggir tebing dan jurang yang dalam mengakibatkan BBM harus di pindahkan kedalam drum-drum yang kemudian di angkut oleh mobil pick up serta truk double gardan. Longsor yang sering kali terjadi serta jalanan berlumpur akibat hujan menunda waktu BBM tiba 4-6 hari. Akibat dari longsor dan jalanan berlumpur ini membuat para sopir BBM sering kali menginap di jalan dan membawa bekal yang lebih. BBM Satu Harga untuk kecamatan Seko beroperasi pada Juli 2018 dengan konsumsi BBM per bulan untuk premium sebanyak 20 kilo liter dan 20 kilo liter untuk biosolar.
Sedangkan untuk program OVOO, pada tahun 2021 terdapat salah satu target lokasi yaitu Kecamatan Pinembani yang termasuk daerah tertinggal yang masih ada di Kabupaten Donggala yang diputuskan berdasarkan Perpres No. 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020 – 2024. Lokasinya terletak sekitar 60 Km ke arah Barat Daya Kota Palu. Kondisi jalan berbatu dan tanah yang belum ada aspal sama sekali membuat waktu tempuh ke lokasi mencapai sekitar 3-4 jam apabila menggunakan kendaraan roda 4 dan 2-3 jam apabila menggunakan kendaraan roda 2. Itu dengan catatan tidak sedang hujan, apabila hujan mungkin bisa sampai 5 jam dengan mobil.
“Pertamina berkomitmen penuh untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi di daerah-daerah 3T, sehingga diharapkan khususnya dengan adanya Program OVOO dengan adanya pangkalan di setiap desa, masyarakat lebih mudah mendapatkan LPG sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sama halnya dengan penerapan BBM Satu Harga. Sehingga harga kebutuhan pokok menjadi semakin terjangkau,” pungkas Agus. Adapun informasi lebih lanjut mengenain BBM Satu Harga dan OVOO dapat di cek pada halaman https://kemitraan.pertamina.com/, atau menghubungi Pertamina Call Center 135.(*)