MAMUJU, PAREPOS.FAJAR.CO.ID-- Kegiatan Webinar ini diselenggarakan oleh organisasi perempuan di Sulawesi Barat pada hari Sabtu, 20 Agustus 2022 yang diikuti oleh UPT PPA/P2TP2A, OPD-OPD, NGO, akademisi, masyarakat sipil, tokoh agama termasuk pesantren dan media. Kegiatan sosialisasi ini adalah awal dari agenda panjang untuk mengawal implementasi dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) setelah perjuangan di DPR yang cukup panjang sejak tahun 2015.
Akhirnya RUU TPKS yang semula RUU Penghapusan Kekerasan Seksual berhasil disahkan di DPR pada tanggal 12 April 2022, dan resmi diundangkan sebagai UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tanggal 9 Mei 2022. UU TPKS mengatur penanggulangan kekerasan seksual secara komprehensif dan berbagai terobosan hukum yang penting.
" Tidak saja terkait aspek materil dan formil, tetapi juga mengatur secara detil hak-hak korban dalam pelindungan, penanganan dan pemulihan layanan terpadu yang diselenggarakan pemerintah maupun layanan berbasis masyarakat, meliputi aspek pencegahan kekerasan seksual hingga partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,"ujar Direktur Yayasan Rumah Mama Sulsel, Lusia Palulungan, dalam rilis resminya, siang ini.
Terobosan hukum dalam UU TPKS ini penting untuk segera disosialisasikan kepada masyarakat luas sehingga masyarakat dapat berpartisipasi melakukan upaya pencegahan, pendampingan, pemulihan dan pemantauan atas tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di wilayahnya.
Sosialiasi juga harus segera dilakukan kepada pemangku kepentingan terkait yang akan melaksanakan mandat dari UU TPKS, seperti kepada kepolisian, Lembaga penyedia layanan pemerintah (UPTD PPA) maupun layanan berbasis masyarakat, seperti WCC, LBH, dan Lembaga pendamping lainnya, satgas PPKS di kampus dan praktisi dunia Pendidikan termasuk pesantren- pesantren.
Sedangkan secara khusus sosialisasi dalam bentuk webinar ini bertujuan untuk memberikan ruang partisipasi aktif bagi multipihak agar dapat menyampaikan apa tantangan yang dihadapi jika UU TPKS ini segera diimplementasikan dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan kapasitas bagi semua komponen di masyarakat untuk memahami terobosan-terobosan perlindungan korban yang termuat pada UU TPKS dan sejauh mana dapat menyusun strategi-strateginya.
Selain itu, kegiatan ini sekaligus memperkuat jaringan yang ditingkat daerah sebagai bagian dari gerakan pembela hak korban kekerasan seksual. Webinar diawali dengan sambutan dari Hj. Djamila SH MH sebagai Kepala Dinas DP3AP2KB Sulawesi Barat, sekaligus membuka acara. Selanjunya, webinar akan dipandu oleh Rosniaty Azis dari YASMIB Sulawesi sebagai moderator.
Webinar menampilkan paparan dari 5 narasumber yang mewakili kompetensi masing-masing, Lusia Palulungan, Direktur Yayasan Rumah Mama Sulsel sebagai perwakilan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS) akan menyampaikan materi: Latar Belakang dan Terobosan Hukum UU TPKS dan refleksi dari proses advokasi yang panjang yang telah dilakukan JPHPKKS. Dengan adanya 22 terobosan dalam UU TPKS maka menuntut semua pihak untuk turut serta mengawalnya.
Kombes Pol. Asrina Basri, Kasubdit Renakta Polda Sulawesi Barat: Tantangan Implementasi UU TPKS: Aspek Penegakan Hukum, Perlindungan Hukum dan Kesiapan Polri. Idayanti, SE., Kepala UPT PPA Sulawesi Barat: Tantangan Implementasi UU TPKS: Aspek Pemberian Layanan Terpadu bagi Korban Kekerasan Seksual dan Kesiapan UPT PPA.
Selanjutnya, Dian Kartika, Direktur Lembaga Kartini Manakarra Sulsebar: Tantangan Impelemntasi UU TPKS dari Perspektif Pendamping/Lembaga Layanan Berbasis Masyarakat dan Usulan Rekomendasi. Serta, Naim Irmayani, S.Pd., M.Pd., Direktur Pusan Kajian Perempuan (PKP) Unasman: Peran Lembaga Pendidikan dalam Upaya Pencegahan, Penanganan dan Pelindungan Korban Kekerasan Seksual.
Yayasan Rumah Mama Sulsel adalah focal poin Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual terdiri diwilayah Sulawesi Selatan dan Lembaga Kartini Makarra di Sulawesi Barat. JPHPK2S ini terdiri dari para pendamping korban, organisasi perempuan, advokat, akademisi, pemimpin akar rumput, pekerja kemanusiaan, jurnalis, kaum muda, aktivitas Lembaga keagamaan, psikolog, pekerja sosial, penyintas kekerasan seksual yang secara individu berjumlah 1.193 orang dan 254 lembaga.(*)