MAROS, PAREPOS.FAJAR.CO.ID—Anggota DPR RI periode 2014 - 2019, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti pembangunan jalur kereta api trans Sulawesi dari Kota Makassar menuju Kota Parepare, yang dinilai lambat dan molor pengerjaannya sehingga tidak selesai sesuai target.
Dan bahkan pembangunannya, menurut BHS harusnya dimulai dari Kota terbesar atau Kota terbesar nomor 2, seperti lazimnya pembangunan pembangunan awal dari ketera api di wilayah yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Tidak seperti saat ini di bangun dari antar kota kecil, yaitu misalnya dari Pangkep menuju Garonggong jarak 60 kilometer dan bahkan saat ini diperpanjang sampai ke kota kecil lainnya (Maros) dengan jarak hanya 40 kilometer.
Menurut BHS, panggilan akrab Bambang Haryo proyek yang dianggarkan dari APBN senilai Rp8,25 triliun ini harusnya menjadi transportasi publik massal atau sarana perkeretaapian yang berperan mendukung permintaan angkutan penumpang dan perpindahan barang, serta menghubungkan pelabuhan di Parepare dan di Makassar.
Namun kenyataannya, lanjut Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini, jalur kereta api dari Kota Maros menuju Garonggong itu ternyata lebih panjang dari jalur darat bila menggunakan transportasi publik (Bus atau Kendaraan Pribadi), jarak dengan menggunakan kereta api sekitar 100 kilometer (jalur memutar) sedangkan jalur darat hanya 75 kilometer (jalur lurus).
" Belum lagi stasiun Maros ada pada jarak sekitar 4 kilometer dari jalur utama antar provinsi dan bahkan akses jalur menuju stasiun dari jalan raya sepanjang 4 kilometer adalah wilayah banjir. Dan itu sudah ada tanda yang tertera disepanjang jalan memunjukkan areal itu adalah wilayah banjir yang tentunya akan mengganggu kelancaran penumpang atau barang yang akan naik kereta api saat melewati akses jalan tersebut,“jelas BHS saat melakukan kunjungan di Depo Lokomotif Maros - Sulawesi Selatan, Sabtu 10 Desember 2022.
Tidak hanya itu, lanjut Alumni ITS Surabaya itu, di stasiun Mangilu- Pangkep juga mempunyai akses dari stasiun jalan menuju jalan utama adalah 14 kilometer sehingga ini juga menjadi salah satu hambatan bagi masyarakat yang ingin menggunakan kereta api mempunyai tambahan waktu dan resiko yang lebih besar.
Akhirnya bila masyarakat akan menggunakan kereta api dari Maros menuju Pangkep lama perjalanannya menjadi jauh lebih lama daripada menggunakan jalan darat, dan ini tentu kurang efektif dan efisien sehingga di khawatirkan jalur kereta api kurang atau bahkan tidak diminati oleh masyarakat.
Bambang Haryo menekankan, pembangunan jalur kereta api tersebut berasal dari uang rakyat hingga triliunan rupiah, sehingga sangat disayangkan jika pemanfaatannya tidak maksimal.
Begitupun, kata dia, mekanisme pembebasan lahan yang dilalui rel kereta api diharapkan tidak merugikan masyarakat. Jangan membuat sengketa atau persoalan yang muaranya hanya menghambat pembangunannya.
"Yang disayangkan jika pada saat pembebasan lahan ada persoalan terjadi, mestinya sebelum dilakukan kajian dan pengerjaan, terlebih dahulu sudah dilakukan negosiasi kepada masyarakat atau pemilik lahan agar pembangunannya bisa cepat direalisasikan, dan harusnya pembangunan rel kereta api dari Makassar ke Parepare dengan jarak sekitar 130 kilometer harusnya bisa dibangun tidak lebih dari 3 tahun, seperti lazimnya pembangunan rel kereta api di Indonesia maupun di negara lain,“tutup BHS.(*)