Seminar Internasional dan Launching Unsulbar Coastal, Dr La Ode Hidayat: Memperluas Pengendalian Konsumsi Rokok

  • Bagikan

MAJENE, PAREPOS.FAJAR.CO.ID -- Indonesia masih menjadi negara berkembang dengan berbagai masalah kesehatan pada masyarakat, terutama dampak paparan asap rokok.

Terlihat, bahwa Indonesia adalah rumah bagi hampir 33,8 persen perokok penduduk dewasa dan 19,2 persen perokok muda usia 13 hingga 15 tahun.

Seperti, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menjadi provinsi dengan persentase perokok berat terbesar secara nasional mencapai 85,67 persen ke 2 setelah Jambi.

Hal ini dipaparkan Ketua Unsulbar Coastal Dr La Ode Hidayat S.Si. MARS dalam press release seminar Internasional dan Launching Unsulbar Coastal di Ruang LT Gedung Kembar A Unsulbar Padhang-padhang, kemarin.

Dijelaskan, tembakau membunuh sekitar 290.000 orang setiap tahun, dan lebih dari 52.000 kematian disebabkan paparan asap rokok. Artinya, lebih dari separuh atau 51,3 persen orang dewasa terpapar asap rokok di tempat kerja, di restoran 85,4 persen, dan di transportasi umum 70 persen serta 66,2 persen remaja usia 13 hingga 15 tahun terpapar di tempat umum tertutup, dan 57,8 persen di rumah.

"Tujuan ini, sehingga Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Unsulbar telah membentuk organisasi yang berfokus pada pencegahan penyakit dan pengendalian tembakau, yaitu Unsulbar COASTAL (Center for Preventing Disease and Tobacco Control) berdasrakan isu yang tengah terjadi di Sulbar khususnya kedudukan Unsulbar di Majene," sebut Dr La Ode Hidayat.

Ia menyebut, sesuai dengan studi terbaru menunjukkan, sebagian besar orang tidak mematuhi peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di universitas, tempat kerja, transportasi umum, dan tempat umum perhotelan lainnya termasuk restoran.

"Untuk Provinsi Sulbar menjadi fokus perhatian dalam bidang kesehatan, sebagai salah satu provinsi yang memiliki angka stunting tertinggi, sebagaimana data terbaru Provinsi Sulbar menjadi peringkat 2 tertinggi nasional, sebesar 35 persen pada 2022, naik 1,2 poin dari tahun sebelumnya," sebutnya.

Dengan begitu, lanjutnya, angka stunting di Sulbar berada di bawah ambang batas yang ditetapkan standar World Health Organization (WHO) sebesar 20 persen.

"Ini mengindikasikan bahwa penanganan stunting di Sulbar masih buruk. Prevalensi balita stunting di Sulbar berdasarkan kabupaten dan kota pada 2022 terdiri atas Kabupaten Majene 40,6 persen, Kabupaten Polewali Mandar 39, persen Kabupaten Mamasa 38,6 persen, Kabupaten Mamuju 33,8 persen, Kabupaten Mamuju Tengah 28,1 persen, dan Kabupaten Pasangkayu 25,8 persen," rincinya.

Dituturkan, salah satu kendala kritis dalam menerapkan dan menegakkan kebijakan KTR adalah tidak adanya sistem atau praktik yang memadai untuk meningkatkan implementasi dan kepatuhan di tempat umum.

"Strategi kritis yang tepat adalah mengumpulkan bukti ilmiah yang relevan di Indonesia Bagian Timur, dengan melibatkan dan meningkatkan lebih banyak akademisi dan pemerintah daerah, serta kegiatan peningkatan kapasitas yang akan mengatasi hambatan untuk mencapai target kota atau kabupaten, untuk meningkatkan kepatuhan KTR termasuk Larangan TAPS dan Larangan Tempat Penjualan, di Indonesia Bagian Timur," tuturnya.

Dr La Ode Hidayat memaparkan, untuk itu, Unsulbar Center for Preventing Disease and Tobacco Control (Unsulbar Coastal), merupakan organisasi di bawah naungan Fikes Unsulbar, yang dibentuk untuk memperluas pengendalian konsumsi rokok dan pencegahan penyakit tidak menular di Indonesia Bagian Timur, serta turut berpartisipasi dalam penanganan masalah kesehatan, khususnya di Provinsi Sulbar. (edy)

  • Bagikan