Oleh: Muhammad Akram Nurdin
(Mahasiswa IAIN Parepare)
Pesta rakyat (pemilu) tak lama lagi digelar. Debat calon Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama beberapa waktu lalu menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk mendengar gagasan mereka. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, setiap warga negara berhak ikut serta dalam pemilu dan memilih pemimpinnya melalui pemungutan suara yang adil, transparan, dan rahasia.
Hal ini diatur dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Oleh karena itu, masa depan bangsa kita bergantung pada siapa yang akan memimpin kita kedepannya. Apakah kita akan dipimpin oleh orang yang mampu membawa kepada kemajuan dan kesejahteraan, atau justru kita akan dipimpin orang yang akan membawa ke dalam keterpurukan layaknya orang yang berjalan di tempat?
Dalam sejarah Islam, kita mempunyai contoh kepemimpinan sukses yang dikenal sebagai Khalifah (pemimpin). Mereka bukan sekedar pemimpin namun juga panutan bagi umat Islam. Para khalifah dipilih berdasarkan karakter, kebijaksanaan, dan kemampuannya dalam memimpin umat menuju kesejahteraan dan perdamaian. Gaya dan kualitas kepemimpinan mereka bisa menjadi tolak ukur kita dalam memilih pemimpin yang bisa membawa negara kita maju.
Dalam sejarah Islam, kita mengenalnya sebagai Khulafaurrasyidin. Mereka tidak lain adalah pemimpin umat Islam sepeninggal Muhammad saw. yaitu, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Ketatanegaraan pada masa Khulafaurrasyidin bisa memberikan kita acuan dalam memilih pemimpin mana yang dapat membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan.
Berikut gaya kepemimpinan para Khulafaurrasyidin dalam memimpin umat Islam yang dapat menjadi acuan kita dalam memilih pemimpin yang tepat untuk bangsa ini.
Pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq (orang yang paling jujur). Diberi gelar Ash-Shiddiq karena Abu Bakar semasa memimpin umat Islam mampu dengan jujur mengatakan mana sesuatu yang baik mana sesuatu yang buruk, sehingga tidak ada sesuatu yang kurang jelas semasa kepemimpinannya.
Perang riddah atau perang melawan kaum murtad dimana pada masa itu banyak umat Islam keluar dari Islam sepeninggal Muhammad Saw yang terjadi semasa kepemimpinan Abu Bakar menjadi bukti kejujurannya dalam memimpin.
Kedua, Umar bin Khattab. Umar diberi gelar Al-Faruq (pembeda). Diberi gelar pembeda karena Umar semasa memimpin dikenal tegas mengatakan sesuatu yang hak dan sesuatu yang batil, sehingga menjadikannya seorang yang adil dalam memimpin.
Suatu malam Umar berpatroli untuk memantau rakyatnya. Tiba pada satu rumah Umar melihat seorang wanita yang sedang memasak dengan tiga anak kecil yang sedang menangis disampingnya.
Sambil memasak wanita tersebut menyumpahi Umar “Wahai tuhankan, berilah balasan kepada Umar. Ia telah berbuat zolim, ia hidup berkecukupan sedangkan kami rakyatnya hidup kelaparan” Mendengar ucapan wanita tersebut Umar lalu menghampirinya tanpa mengatakan bahwa ia adalah Umar, lalu ia menanyakan apa yang sedang ia masak.
Wanita tersebut menjawab “Itu hanya air mendidih agar anakku mengira aku sedang memasak”. Mendengar hal itu Umar terpukul dan merasa malu, ia lalu menuju baitul maal untuk mengambil sembako yang ia pikul sendiri lalu mengantarkannya ke rumah wanita itu tidak sampai di situ Umar lalu memasakkan untuk mereka dan mempersilahkan mereka untuk makan. Setelah itu, lalu Umar berkata dengan lembut “Ibu, mulai sekarang anda tidak perlu lagi mendoakan keburukan untuk Umar.
Mungkin dia belum mendengar kabar ada kalian yang kelaparan disini”. Kisah ini menjadi bukti keadilan Umar dalam memimpin umat Islam.
Ketiga, Usman bin Affan. Beliau dikenal sebagai orang kaya raya lagi dermawan. Terbukti dalam sejarah Usman banyak memfasilitasi pasukan Islam ketika hendak melaksanakan perang. Salah satu peperangan yang difasilitasi oleh Usman adalah perang Tabuk.
Pada peperangan tersebut Usman menyumbangkan ratusan ekor unta, puluhan ekor kuda, dan seribu dinar atau sekitar sepertiga dari kebutuhan perang di tanggung oleh Usman. Usman juga membeli sumur Rumat milik seorang Yahudi lalu diperuntukkan bagi umat Islam yang kala itu tidak ada sumber air selain sumur milik seorang Yahudi tersebut.
Keempat, Ali bin Abi Thalib. Diketahui, beliau merupakan sosok yang cerdas, bersemangat dalam belajar, dan sangat cinta dengan ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti ketika khawari menantang Ali untuk berdebat, namun mereka akhirnya dikalahkan oleh kemampuannya dalam berpikir yang unggul.
Berdasarkan empat ciri-ciri Khalifah yang mendapat petunjuk yang telah kita pelajari, dapat disimpulkan bahwa dalam memilih pemimpin kita, tidak cukup hanya dengan memilih orang yang shaleh dan beriman saja. Sebaliknya, keberanian, integritas, kecakapan intelektual, dan emampuan untuk bermurah hati dengan sumber daya yang dimiliki - baik materi maupun emosional - adalah kualitas yang juga harus dipertimbangkan agar para pemimpin dapat memimpin kita secara adil di masa depan. Mari memilih pemimpin yang bertintegritas untuk Indonesia yang berkualitas. (**)