MAKASSAR-PAREPOS.FAJAR.CO.ID - Dinamika tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) belakangan ini, disikapi Forum Dosen Sulsel. Kemarin, mereka menggelar diskusi di salah satu kafe di Makassar.
Mengambil tema Spirit Pemilu 2024: Damai dan Bermartabat , acara ini menghadirkan ketua Forum Dosen Sulsel, Adi Suryadi Tjulla dan Komunikolog dari Unhas, Hasrullah sebagai pembicara utama. Sedangkan para peserta dan penanggap adalah beberapa guru besar sejumlah perguruan tinggi di Makassar.
Hasrullah menuturkan, kegiatan ini didasari harapan, bagaimana dengan dinamika terkait pemilu yang berkembang akhir-akhir ini tetap menjadikan Sulsel sebagai episentrum-nya pemilu damai.
"Sulsel kita harapkan jadi contoh. Harus jadi barometer suksesnya pemilu di Indonesia," tutur penulis buku Dendam Konflik Poso ini. Dia berpandangan, jika terjadi konflik akibat beda pilihan, maka yang rugi adalah rakyat itu sendiri.
Karena itu, dia juga berharap agar para pejabat, para pemimpin, memberikan contoh positif, antara lain, dengan memberikan statemen yang menyejukkan.
"Ini pesta rakyat. Makanya, yang harus menang adalah rakyat itu sendiri. Pilihan boleh beda, tapi tujuan kita tetap menciptakan Sulsel yang damai dan sejuk," ujar pengampu mata kuliah komunikasi politik di Fisip Unhas ini.
Sementara itu, Adi Suryadi Tjulla menegaskan, untuk terciptanya pemilu damai dan bermartabat, peran kampus sangat penting. Kampus tidak boleh diam jika melihat hal-hal yang dianggap keluar rel.
"Forum dosen inilah salah satu jembatan bersuara. Mencari jalan keluar jika ada masalah," tuturnya.
Kegiatan yang dimoderatori Irwani Pane ini, juga mendengarkan masukan sejumlah guru besar.
Muin Fahmal, misalnya. Guru Besar Fakultas Hukum UMI ini menegaskan, untuk menciptakan pemilu damai dan bermartabat, maka prosesnya harus berjalan dengan baik dan benar.
"Jika ada yang dinilai melenceng, maka kita harus bersuara. Suara kita, suara dosen itu bagian dari gerakan moral," kata Muin.
Salah seorang peserta, Aswar Hasan sepakat dengan Muin. "Kampus itu benteng terakhir merawat demokrasi," ujar Aswar, yang juga dosen Fisip Unhas ini.
Sementara itu, Haerul Akbar, salah seorang penanggap dalam diskusi itu lebih menyinggung soal posisi pers.
Sebagai orang yang berlatar belakang jurnalis, Haerul mengapresiasi kegiatan ini. "Jika kampus sering bersuara, maka pergerakan pers pun pasti lebih aktif," ujarnya.
"Kegiatan ini sangat positif. Terbuka. Bagaimana teman-teman wartawan bisa hadir, mendengar pendapat masing-masing peserta, yang semua mengharapkan terwujudnya pemilu damai di Indonesia, khususnya Sulsel," kata mantan pimpinan Bawaslu Kaltim ini. (*)