Catatan: Haerul Akbar
SELASA (26/2) lalu, Doktor Hasrullah mengirim pesan via whatsapp di nomor telepon saya. Komunikolog dari Universitas Hasanuddin itu menanyakan kondisi kesehatan saya. Pekan lalu, saya memang dirawat di rumah sakit. Saya sampaikan, kondisi saya sudah baik. Sehat walafiat.
Doktor Hasrullah lalu menginformasikan akan berangkat ke Ambon. Ke Universitas Pattimura (Unpatti). Dalam rangka menyiapkan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan Tahun 2024. Kegiatan yang akan berlangsung Juli hingga Agustus mendatang. Diikuti sekitar 500 mahasiswa dari puluhan perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mereka ditempatkan di tiga kabupaten dan satu kota di Bumi Raja-raja itu.
KKN Kebangsaan yang telah berjalan sejak 2012 ini memang digagas Doktor Hasrullah. Berawal dari kunjungannya ke Universitas Andalas, Sumatera Barat. Saat dia memimpin UPT KKN Unhas. Dan bertemu Prof. Dr. H. Werry Darta Taifur, SE, MA, rektor Universitas Andalas saat itu. Dari pertemuan itu muncullah ide menyatukan anak bangsa dalam program KKN.
Dosen Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin ini bergerak cepat. Tahun itu juga, dia membuat proposal untuk kegiatan tersebut. Lalu, diserahkan kepada Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, M.S, dosen Universitas Andalas yang saat itu juga menjabat wakil Menteri Pendidikan. Dan, oke. Programnya lalu diberi nama: KKN Kebangsaan.
Saya mengenal Pak Hasrullah sejak 1988. Saat itu, dia dosen muda dan saya mahasiswa baru di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin. Seingat saya, saat itu dia mengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi. Saya bertemu lagi di ruangan kuliah ketika mengampu mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya. Semester selanjutnya mata kuliah Komunikasi Politik.
Pak Hasrullah adalah dosen yang sangat disiplin. Kreatif dan cepat menangkap peluang. Jeli melihat momen.
Ketika saya menjadi wartawan Harian Fajar Makassar akhir 1990 hingga 2002, hubungan dengan pak Hasrullah tidak lagi sekadar sebagai dosen dan mahasiswa. Kami seperti adik-kakak. Kami sering berdiskusi terkait hal-hal yang aktual, lalu dia menulisnya. Kadang, kami menulis bersama.
Pak Hasrullah memang rajin menulis. Tulisan-tulisannya sudah terbit di sejumlah media massa, baik lokal maupun nasional. Bahkan, seingat saya, pada 1989 -- ketika masih dosen muda itu – tulisannya sudah dimuat di Harian Kompas. Sangat prestisius. Tidak mudah menembus rubrik opini di harian terbesar di Indonesia itu. Jangankan dosen muda, sekelas doktor atau profesor sekali pun tulisannya lebih sering dikirim balik karena dianggap belum layak muat. Di Universitas Hasanuddin saat itu, hanya tulisan Profesor Muis yang beberapa kali dimuat Harian Kompas. Sesekali juga ada tulisan Profesor Anwar Arifin. Mereka adalah pengajar di jurusan Ilmu Komunikasi.
Dalam perkembangannya, nama Doktor Hasrullah makin populer. Dia sering menjadi narasumber bagi wartawan. Teranyar, saat kampanye pilpres lalu. Beberapa kali dia muncul di layar televisi nasional. Membahas isu-isu aktual soal pilpres. Tampil di acara live bersama guru besar berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Yang masih terekam jelas di ingatan saya adalah ketika dia live di program Sapa Malam-nya KompasTv bersamaProfesorSulistyowati Irianto, guru besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia. Saat itu, KompasTv membahas topik: Gelombang Suara Kampus Kritik Demokrasi Era Jokowi.
Saat ini, Doktor Hasrullah berada di Ambon, Maluku. Untuk persiapan kegiatan KKN Kebangsaan yang tahun ini sudah memasuki angkatan ke-12. Program yang diyakininya sebagai kekuatan besar untuk melahirkan para pemimpin bangsa di masa depan. Dan, bagi Maluku secara umum, kegiatan ini akan membuat tradisi, budaya, dan local experience di provinsi yang memiliki lebih 1.300 pulau itu akan semakin dikenal. (*)