Sabar pada Pukulan Pertama

  • Bagikan

Oleh : Dr Hj Erna Rasyid Taufan
Ketua DPD Partai Golkar Kota Parepare

Sabar merupakan tema sentral dalam Islam. Nabi Muhammad Saw bahkan menyebut kesabaran adalah setengah dari Islam itu sendiri. Setengahnya lagi disempurnakan oleh syukur.

Begitu banyak kisah kesabaran para Rasul dan Nabi yang diuji oleh Allah Swt. Nabi Ayyub As, anak-anaknya wafat satu per satu. Tak sampai di situ, Allah mengujinya lagi dengan penyakit keras hingga rongga tubuhnya dipenuhi ulat.

Nabiyullah Ya'kub As juga diuji dengan berpisah dengan putra yang sangat disayanginya, Nabi Yusuf As. Kesedihan yang amat berat membuat kedua matanya buta, karena menangis selama puluhan tahun.

Dalam Alquran, Allah memastikan akan menguji umat manusia dengan bermacam-macam ujian. Pada Surah Al Baqarah ayat 155 disebutkan ada lima macam ujian yang ditimpakan. Yakni kecemasan (Al Khauf), kelaparan (Al Juw'i), kehilangan harta benda (Naqsin minal Amwaali), kematian (Naqsin minal Anfusi) dan paceklik (Naqsin minats tsamaraati).

Tujuan ujian tersebut tidak lain agar manusia memiliki rasa sabar dalam dirinya. Jika sabar ini telah dicapai, Tuhan memastikan akan memberikan ganjaran atas kesabarannya.

"Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar," (QS Al Baqarah : 155)

Lalu disambung pada ayat selanjutnya. "Mereka itulah orang-orang yang diberikan kesejahteraan dan rahmat dari Tuhannya. Dan mereka itulah orang-orang yang kelak mendapat hidayah," (QS Al Baqarah : 156)

Pada sebuah pertemuan dengan teman-teman media di Parepare, saya mencoba berbagi ilmu yang saya pahami tentang kesabaran. Saya berpendapat, masih banyak di antara kita yang salah kaprah tentang kesabaran. Sekalipun kita sering kali mengatakan diri kita sudah bersabar, belum tentu itu adalah sabar yang dimaksud dalam tafsiran ulama.

Pengalaman hidup semestinya memberikan kita pelajaran, bahwa kesabaran itu ada pada pukulan pertama. Memang begitu berat dan menyakitkan di masa-masa awalnya.

Hanya saja, banyak dari kita yang suka berkeluh kesah tentang ujian atau musibahnya. Kita menceritakan kepada siapapun derita yang kita alami. Malah dalam cerita itu, kita menyebut diri kita sebagai orang yang sabar.

Yang lebih parah lagi, kita mempertanyakan musibah atas diri kita. Mengapa harus saya? Padahal saya rajin ibadah dan bersedekah. Mengapa musibah ini tidak ditimpakan kepada orang lain yang ibadahnya lebih sedikit? Atau kepada ahli maksiat yang kehidupannya justru nampak bahagia.

Inilah kesalahan umum yang secara tidak sadar sering kita lakukan. Kita sering lupa ada begitu banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Yang dalam Alquran disebut, nikmat-nikmat itu saking banyaknya tak akan sanggup kita hitung.

Namun mengapa manusia suka mengeluhkan musibahnya dan akhirnya susah bersabar? Karena kita hanya fokus pada musibah itu. Kita merawat rasa pedih dan menyebarnya ke mana-mana. Sehingga yang terus diingat adalah susahnya saja.

Dalam konteks tertentu, kita memang dibolehkan menyampaikan keluhan kepada orang lain. Seperti jika kita ditimpa sakit, kita bisa berkonsultasi pada dokter. Dalam prosesi kesabaran, tetap harus ada ikhtiar atau usaha agar bisa menyelesaikan ujian.

Pada intinya, janganlah kita menggembar-gemborkan ujian yang kita alami kepada siapapun yang kita temui. Karena banyak juga orang yang suka menyalah-nyalahkan. Ini justru merusak akhlak dan menghilangkan pahala kesabaran.

Sabar itu harusnya lebih mengakrabkan kita dengan Tuhan. Seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah, atau para nabi dan orang-orang saleh ketika mereka ditimpakan musibah.

"Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (QS Al Anbiya : 83)

Dalam kitab 'Uddatush Shabirin, Ibnu Qayyim Al Jauziah memberikan kita semacam manajemen kesabaran. Beliau mengajarkan 25 kiat agar menjadi pribadi yang sabar dalam menghadapi musibah. Tapi saya menyebut dua poin penting saja karena keterbatasan halaman.

Pertama adalah, kita harus menyadari ada begitu banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Dengan kata lain, selalulah masukkan rasa syukur dalam sanubari. Karena dalam hidup ini sebenarnya Tuhan lebih banyak memberikan kita nikmat. Kita saja yang kurang menyadarinya dan mensyukurinya.

Kedua, masih kata Ibnu Qayyim, kita harus melihat adanya rencana yang lebih baik, yang Tuhan persiapkan untuk kita. "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS Al Baqarah : 216)

Allah Swt tidak akan memberikan ujian secara membabi-buta. Karena ujian tidak akan ditimpakan kecuali bisa kita atasi. Karena itu, banyak ulama tasawuf yang memberi amalan Alam Nasyah (Surah Al Insyirah) ketika kita ditempa ujian. Dalam surah itu, Allah mengulang kata kesusahan dan kemudahan.

"Sungguh pada setiap kesusahan, akan diiringi dengan kemudahan/kelapangan. Dan sungguh pada setiap kesusahan, akan diiringi dengan kemudahan/kelapangan." Semoga bermanfaat. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan