Oleh : Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)
Boleh tidaknya perempuan menjadi pemimpin menjadi isu yang sering diperdebatkan. Terutama jika dikaitkan pada teks-teks agama serta kebudayaan. Dalam Islam sendiri, kepemimpinan perempuan juga mengalami dinamika yang sangat kuat. Banyak ulama kontemporer yang mengkritisi, jika tidak ingin disebut menggugat, pandangan ulama-ulama salaf atau klasik.
Kritikan ini muncul lebih dikarenakan tuntutan zaman modern, di mana ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang luar biasa. Dulu, di zaman ulama-ulama klasik ratusan tahun silam, peranan perempuan memang sangat terbatas. Perempuan hanya wajib mengurus rumah dan apa saja yang ada di dalamnya. Khususnya anak-anak dan kebutuhan suami. Dan itu diterima oleh semua pihak.
Para ulama klasik menafsirkan ayat "Arrijaalu Qawwaamuna 'alan Nisa" (lelaki sebagai pengayom terhadap kaum perempuan), sebagai landasan pengetatan peran perempuan dalam kehidupan sosial. Karena itulah di masa lalu, akses perempuan terhadap pendidikan hanya dibatasi pada akhlak dan syariat.
Perempuan tetap harus mempelajari syariat seperti shalat, puasa serta tafsir dan hadist sebagai bekal untuk mendidik anak-anaknya. Mereka juga dituntut mempelajari akhlak agar menjalankan dengan baik kewajibannya sebagai istri sekaligus seorang ibu.
Zaman pun berkembang. Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin luas dan beragam. Banyak hal dan kondisi kekinian yang muncul dan tidak dialami umat Islam sebelumnya. Dalam konteks ini, peran perempuan dalam agama dan kultur ikut terangkat ke permukaan. Dan semakin lama menjadi wacana yang menguat, bahwa, apakah peran perempuan tetap harus berwilayah dalam keluarganya saja?
KH Husein Muhammad, penulis Kitab Fikih Perempuan, berpandangan pembatasan terhadap peran dan akses terhadap ilmu pengetahuan justru membuat kaum perempuan Islam terbelakang. Beliau mengutip pandangan Imam Al Ghazali dan Ar Razi atas tafsir Alquran yang tidak membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan beragama dan sosial, kecuali dalam soal ketakwaan. Takwa tidak mengenal gender.
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti” (QS Al Hujurat ayat 13).
Di zaman modern ini, sudah banyak kiprah perempuan yang menunjukkan bukti bahwa kualitas perempuan tidak kalah dengan kaum lelaki. Termasuk di panggung politik. Jika memang perempuan hanya membawa mudharat jika memimpin, Indonesia seharusnya sudah hancur ketika Megawati Soekarno Putri menjadi presiden kelima. Faktanya, Presiden Megawati bisa mengukir beberapa keberhasilan.
Kiprah Albertina Ho, juga membuat publik terkagum-kagum. Dia hakim perempuan yang sangat tegas dalam menyidangkan kasus-kasus korupsi. Dan betapa banyak wali kota, bupati, ketua DPRD, perusahaan teknologi, rumah sakit, hingga LSM-LSM yang dipimpin perempuan. Mereka tidak merusak lembaga yang dipimpinnya. Sebaliknya, mereka bisa memimpin dengan baik, tidak kalah dengan laki-laki.
Dalam pandangannya terhadap teks-teks kepemimpinan, Imam Al Ghazali menyiratkan Islam lebih menitikberatkan pada kemaslahatan kehidupan. Sepanjang peranannya bisa membawa kemaslahatan terhadap kehidupan sekitarnya, mau lelaki atau perempuan, tidak ada masalah.
Kita juga bisa belajar dari tokoh-tokoh perempuan dalam Alquran. Ratu Saba, Balqis, adalah seorang perempuan yang disebutkan memimpin kerajaan yang kuat dengan balatentara yang perkasa. Dalam Surah An Naml dari ayat 32 - 35, dikisahkan dia menerima surat agar dia mengikuti perintah Nabi Sulaiman As. Lalu para penasehat dan panglimanya memberi masukan untuk menyerang Kerajaan Nabi Sulaiman As.
"Sesungguhnya para penguasa apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu”. (QS. An-Naml : 35)
Alquran menggambarkan Ratu Balqis sebagai pemimpin yang bijaksana sekaligus cerdas. Dia lebih memilih jalur diplomasi dibandingkan perang. Dan pilihannya memang tepat. Karena dia tidak akan pernah bisa menang melawan seorang raja yang dianugerahi dengan balatentara manusia, jin dan hewan. Belum lagi menguasai elemen angin serta ahli-ahli hikmah yang bisa membawa singgasana dari jarak ribuan kilometer dalam sekali kedip mata.
Alquran juga menyamakan laki-laki dan perempuan dalam ritual dan maqam spiritual. "Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang jujur, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar. (QS Al Ahzab : 35)
Untuk tambahan tentang peran perempuan adalah Fathimah Al Fihri. Dialah yang mengembangkan konsep masjid sekaligus lembaga pendidikan tinggi pada tahun 859 Masehi, dan dikenal sebagai universitas tertua di dunia. Universitas tersebut sampai sekarang masih ada di Maroko dengan nama Universitas Al Qarawiyyin.
*
Pandangan pesimis atas kemampuan perempuan, utamanya di kancah politik, saya rasakan betul tekanannya. Dulu, banyak yang ragukan kapasitas saya memimpin Partai Golkar Parepare. Lebih karena saya perempuan.
Jujur saja, saya tidak pernah kepikiran masuk ke dalam arena politik. Lebih saya pilih berkiprah dalam bidang dakwah, pendidikan dan bakti sosial. Saya bukan tipe orang ambisius. Tidak pernah merampas hak atau menjatuhkan orang lain untuk mencapai sebuah posisi. Namun perjalanan hidup, yang kita sebut takdir, pada akhirnya membawa saya pada posisi ini.
Saya masih ingat dua tahun lalu, pada sebuah sesi tanya jawab di acara Kesbangpol Parepare, seorang lelaki dengan polosnya mengatakan Golkar akan hancur dalam kepemimpinan saya. Namun setelah menyimak materi politik yang saya bawakan, pandangannya pun berubah dan yakin Golkar Parepare akan baik-baik saja. Alhamdulillah, Partai Golkar pada Pemilihan Legislatif 2024 ini berhasil mempertahankan dominasinya di DPRD Parepare.
Memang betul, tidak mudah memimpin partai politik. Apalagi yang sebesar dan sedinamis Partai Golkar. Enam bulan pertama saya langsung diuji dengan Pergantian Antar Waktu yang memicu munculnya kubu-kubuan. Terbentuknya kubu-kubuan bisa fatal akibatnya dalam organisasi apapun. Apalagi organisasi politik.
Ujian yang cukup menguras energi juga saya alami pada Pemilu Legislatif kemarin. Mulai dari tajamnya perbedaan pandangan antarsesama kader Golkar, hingga yang lucu-lucu seperti upaya penyusupan yang gagal oleh oknum tertentu.
Tentu bukan di sini tempatnya untuk memaparkan bagaimana permasalahan-permasalahan ini akhirnya bisa selesai. Namun intinya, jika suatu persoalan sudah bikin bingung dan buntu, saya selalu menyerahkan kepada Allah Swt. Saya yakin semua sudah diatur jalannnya.
Ini mungkin kedengaran klise. Tapi sudah berkali-kali saya melihat bukti bahwa urusan apapun jika kita serahkan kepada Allah, sepanjang cara kita benar, maka akan terselesaikan dengan baik. Lagipula, apa sih di alam semesta ini yang tidak luput dari perhatianNya?
Saya bersyukur seluruh komponen Golkar Parepare saat ini sangat solid. Lebih bersyukur lagi karena mayoritas masyarakat Parepare masih mempercayakan keterwakilannya kepada Partai Golkar di DPRD. Insya Allah, amanat ini akan kami pertanggungjawabkan dunia akhirat.
Saya menutup tulisan ini dengan mengutip pernyataan Ibnu Qayyim Al Jauziah. "Islam dibangun untuk kepentingan manusia serta tujuan kemanusiaan yang universal, yaitu kemashlahatan, keadilan, kerahmatan dan kebijaksanaan.". (**)