Momentum hardiknas tidak terlepas dari peringatan perjuangan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, berkat keberaniannya banyak mengkritik kolonial sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan pendidikan tanpa terkecuali.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara seolah dikhianati yang mana kampus-kampus berburu label Standar Internasional. Untuk mendapatkan label tersebut, institusi pendidikan mesti memenuhi standar-standar yang ditetapkan badan sertifikasi Internasional. Apakah itu bukan sesuatu hal yang melecehkan ?
Kebebesan Akademik
Merujuk pada konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara (Panchadharma), adanya asas pendidikan tersebut, pendidik di Indonesia diharapkan merenungkan kembali visi pendidikan Indonesia. Iya, itu adalah kesalahan saya selaku pendidik (dosen), yang selalu bermimpi untuk dapat publikasi terindeks Scopus (Lembaga Indeksasi Jurnal Internasional).
Bukan kesalahan Kementerian Pendidikan yang “menuntut” dosen untuk memenuhi standar publikasi. Dosen kemudian dibelenggu oleh Lembaga Pusat dengan dalih penilaian. Dikutip dari alinea.id "Swasta yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di market. Bukan pemerintah. Kalau pemerintah yang sibuk riset, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran. Yang tidak berujung pangkal. Yang tidak jelas apa fokus risetnya”.
Terus bagaimana dengan dosen yang memiliki beban Pendidikan, Penelitian & Pengabdian Masyarakat ? Kira-kira seperti itulah gambaran sebagian dosen yang sekaligus peneliti. Dosen diwajibkan mempublikasi karya ilmiah setiap tahunnya, untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Mestinya Peraturan Menpan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional dan Panduan Penilaian Angka Kredit (PAK) direvisi dan memperhatikan beban kerja Dosen, jika hanya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan mengapa Dosen-dosen tidak diberikan opsi untuk review jurnal saja atau publikasi jurnal 1 kali dalam 3 tahun.
Beban Administrasi
Bukan hanya itu saja, pendidik (Guru/Dosen) kemudian dibebankan administrasi yang dituntut oleh Kementerian Pusat. Masing-masing Kementerian menuntut pemenuhan data, hingga level dirjen saja yang dimana Satu Kementerian kemudian memiliki masing-masing format, tapi konten nya tetap sama.
Jangan korbankan kami para Pendidik (Guru/Dosen) karena arogansi antar lembaga agar kami melihat wujud kebebasan akademik. Sebagai penutup, Merdekanya pendidikan kita karena keberanian dan kritikan. Salam dari Dosen Politani Pangkep yang juga buruh.
Oleh : Ismail Gaffar, S.Kom., M.T