Oleh: Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)
Muharram telah datang membawa suasana dan nuansa kebatinan tertentu di tengah hiruk-pikuk politik. Bulan Muharram, yang disebutkan satu dari empat Asyhuru Hurum (bulan-bulan haram), kembali mengingatkan kita semua tentang esensi waktu dalam paradigma spiritual.
Muharram adalah bulan yang mengandung begitu banyak syiar untuk direnungi dengan kesadaran mendalam. Diharamkannya perang adalah salah satunya. Saya memaknainya dengan mendinginkan kepala, menciptakan suasana yang sejuk di tengah panasnya 'perang' faksi-faksi politik. Dalam artian, perang kata-kata atau berdebat secara kasar, apalagi menyebarkan fitnah, adalah sesuatu yang harus diharamkan secara monumental di bulan ini.
1446 tahun lalu, Rasulullah Saw hijrah bersama kaum Muhajirin dari Makkah ke Madinah. Yang kemudian disambut dengan rasa persaudaraan yang begitu erat dari kaum Anshar. Begitulah kita seharusnya. Memperkuat semangat persatuan, baik eksternal maupun internal dan saling bahu-membahu dalam urusan kebaikan.
Hijrah sejatinya adalah perbaikan diri. Mengevaluasi dan menata kembali strategi kehidupan agar tujuannya semata-mata untuk Allah dan Rasulnya. "Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasulnya, maka Hijrah akan membawanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrah karena urusan dunia, atau perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya pun hanya membawanya kepada tujuannya itu (bukan karena Allah dan Rasulnya)".
Matan hadist di atas diawali dengan redaksi 'Innamal 'a'maalu bin niaat' yang sangat terkenal itu (Sesungguhnya seluruh perbuatan itu pasti dilandasi niat). Para Ustad selalu menyebutnya dengan Hadist Nawaytu, hadist tentang niat. Sekarang, mari kita merenungi secara mendalam seperti apa niat kita memasuki arena Pemilihan Kepala Daerah ini. Sampai di mana dan apa yang sebenarnya ingin kita tuju.
Meraih kekuasaan, yang menjadi semua tujuan politik, tentu bukan hal yang salah. Malah sangat dianjurkan ketika kita memang sudah dianugerahi oleh Allah Swt potensi untuk mendapatkannya. Ketika kekuasaan dipegang oleh orang-orang beriman, tentu saja kekuasaan itu diharapkan akan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat, bangsa dan negara. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Gafuur.
Yang seringkali jadi persoalan adalah cara meraih kekuasaan tersebut. Tidak perlu rasanya membeberkan bagaimana realitas politik kita dewasa ini. Ada yang menyebutnya sangat keras dan brutal. Tapi apa dan siapa yang membuat realitas politik ini begitu brutal? Jangan-jangan, kita lah semua yang menjadi sumbernya, lalu menyalahkan rakyat sebagai pelaku kebrutalan tersebut.
Pada momentum Muharram ini, kita perlu sama-sama mengingat firman Allah tentang kekuasaan itu. "Katakan lah (wahai Muhammad), Duhai Tuhanku yang Maha Kuasa yang memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendakiNya dan mencabut kekuasaan dari siapa saja yang dikehendakiNya. Dialah yang memenangkan siapa yang dikehendakiNya, dan menghinakan siapa yang dikehendakiNya. Di tanganMu lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu." (QS Ali Imran : 26).
Sebagai Ketua DPD Partai Golkar Parepare, saya mengajak agar memaknai 1 Muharram 1446 Hijriah ini sebagai momentum untuk memperkuat niat politik kita. Niat sangat menentukan akan seperti apa kita ke depannya. Ketika niat kita baik, Insya Allah kekuasaan akan menjadikan kita sebagai pengabdi rakyat dan negara. Sebaliknya jika dari awal niat kita meraih kekuasaan itu menyimpang, maka kekuasaan akan menjadikan kita sebagai perusak rakyat dan negara.
Jangan nodai kesucian Muharram ini dengan perbuatan fasik dan jadil, yakni merusak silaturahim dan saling bantah-membantah. Ingatlah, Muharram telah menjadi momentum kemenangan para Nabi dan Rasul setelah melewati perjuangan yang maha berat. Bahkan Imam Husain yang syahid di Karbala pada Asyura, telah menang dalam kenangan yang abadi. (*)