PAREPOS.FAJAR.CO.ID, PAREPARE-- Sejumlah kebijakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Parepare menuai kritik dari anggota DPRD Kota Parepare.
Kebijakan dengan terbitnya sejumlah keputusan dianggap tidak memihak pada kepentingan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah dan pelaku usaha lokal di Parepare. Reaksi itu, disampaikan legislator PPP Parepare, Rudy Nadjamuddin pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Anggota Fraksi Persatuan Bintang Demokrasi DPRD Kota Parepare ini, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan Penjabat Wali Kota Parepare yang dianggap tidak memikirkan nasib masyarakat kecil dan menengah.
Salah satu kebijakan yang paling mendapat sorotan adalah Peraturan Walikota (Perwali) terkait alokasi 57 titik yang diperuntukkan bagi dua perusahaan retail besar di Parepare. Belum lagi, soal kebijakan pembayaran sewa kios bagi pelaku usaha di Kawasan kuliner Pare Beach.
Menurutnya, keputusan ini justru mengancam keberlangsungan hidup pelaku usaha, pelaku UMKM, serta pedagang kaki lima yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat.
"Dia (Penjabat Wali Kota Parepare) membuat Perwali tentang 57 titik retail. Dia tidak berpikir tentang nasib masyarakat Parepare, yang hidupnya bergantung pada usaha kecil dan menengah," ungkap Rudi kepada awak media.
Dia juga menilai bahwa kebijakan tersebut adalah bentuk ketidakpedulian pemerintah terhadap masyarakat kecil, dengan membuka peluang besar bagi pengusaha retail untuk mendominasi pasar, yang justru bisa mematikan usaha-usaha kecil yang ada. "Ketika masa tugasnya habis, dia (Pj Wali Kota) kembali ke Jakarta, kita yang susah di Parepare," bebernya.
Dia juga menegaskan bahwa setelah DPRD Parepare periode 2024-2029 dilantik, pihaknya akan mendesak agar kebijakan-kebijakan yang merugikan usaha kecil menengah segera diubah.
"Tidak boleh seperti ini. Kebijakan itu menghancurkan pedagang kaki lima yang mereka itu adalah warga Parepare, warga lokal. Kita harus memprioritaskan masyarakat Parepare," tegasnya.
Selain itu, Rudi juga menyoroti kebijakan lain yang dianggap tidak memihak masyarakat, yakni pemberlakuan pembayaran sewa bagi pelaku usaha di kawasan kuliner Pare Beach.
Sebelumnya, kawasan tersebut ditata oleh Pemerintah Kota Parepare yang saat itu dipimpin oleh HM Taufan Pawe, dengan tujuan agar pedagang dan pengunjung dapat menikmati kuliner tanpa dibebani biaya sewa.
Namun belakangan ini, kata Rudy, para pelaku usaha dibebani biaya sewa yang dianggap tidak memiliki dasar hukum yang jelas karena tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hal tersebut.
"Biaya sewa ini juga tidak sampai di kami. Kami tidak tahu, atas dasar apa pungutan biaya sewa itu dilakukan, sementara tidak ada peraturan daerah yang mengatur itu," beber Rudi.
Dia juga menyebutkan bahwa biaya sewa yang dibebankan kepada pedagang didasarkan pada Perwali yang diterbitkan oleh Pemkot Parepare.
"Namun kalau kita bicara hierarki peraturan perundang-undangan, tentu level Perda lebih tinggi dibanding Perwali. Ini seenaknya mengambil kebijakan yang tidak melibatkan atau meminta persetujuan DPRD," tambahnya.
Terkait dengan banyaknya kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat, DPRD Parepare melalui Ketua Komisi I, Rudy Najamuddin menyatakan bahwa mereka menginginkan agar Akbar Ali segera ditarik dari Parepare.
"Kami di DPRD menginginkan Pj Wali Kota ditarik dari Parepare. Tidak usah ada di Parepare. Ganti Pj Wali Kota, karena kita butuh orang yang memiliki kepedulian terhadap masyarakat Parepare," tegasnya.
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha di Kawasan Kuliner Pare Beach terancam kehilangan mata pencaharian.
Pasalnya, apabila tidak melunasi pembayaran sewa kios sebesar Rp12.893.400 sebelum penandatangan Kerjasama sewa.
Maka, pelaku usaha tidak diperkenankan lagi untuk melakukan aktivitas berjualan di lokasi tersebut.
Sementara pelaku UMKM di sana, tidak semuanya menyanggupi jika langsung dilunasi setahun, dengan alasan pendapatan mereka dari berjualan berbeda-beda. Belum lagi, ekonomi lesu dan daya beli masyarakat saat ini, rendah menyebabkan omzet jualan menurun.
Bahkan, beberapa pelaku usaha telah menerima surat peringatan dari Pemkot Parepare untuk segera melakukan penandatangan Kerjasama sewa pada Senin, 2 September 2024. Mirisnya lagi, sebelum dilakukan penandatanganan kerjasama sewa, pedagang diharuskan terlebih dahulu melunasi pembayaran sewa kios tersebut, langsung setahun atau 12 bulan.
Keputusannya inilah yang dianggap oleh sejumlah pelaku UMKM di Kawasan Kuliner Pare Beach cukup memberatkan. Karena ada beberapa pelaku usaha tidak memiliki uang tunai sebesar itu. Mereka meminta adanya kebijkan pemerintah daerah untuk meringangkan pembayaran sewa dengan cara membayar per bulannya.
'Harus dilunasi sebelum kami melakukan penandatangan Kerjasama sewa dengan pemerintah daerah. Jadi batas Waktu untuk melunasi pembayaran sewa kios itu, besok, Minggu, 1 September 2024. Karena penandatangan kerjasama sewa akan dilakukan pada hari Senin, 2 September 2024. Kami juga telah menerima surat peringatan dari pemda," ungkap sejumlah pelaku usaha kepada media ini.
Menurutnya, jika tidak dilunasi pembayarannya sewa langsung setahun. Maka, pelaku usaha tidak diperkenankan lagi untuk melakukan aktivitas berjualan di lokasi tersebut.
"Kalau langsung disuruh lunasi setahun sebesar Rp12 juta lebih, kami tidak punya uang tunai sebesar itu, tidak sanggup. Makanya, kami minta kebijakan pemerintah daerah agar bisa dibayar dulu satu atau dua bulan, sembari kita cari tambahan uang untuk pelunasan sewa kios," harapnya.
Mereka beralasan, pendapatan pelaku usaha di Kawasan Pare Beach itu, beda-beda. Apalagi, daya beli masyarakat dan ekonomi lesu.
"Mungkin, ada yang sudah melunasinya. Tapi, ada beberapa juga yang tidak sanggup kalau langsung dilunasi langsung setahun karena pendapatan kami beda-beda. Kecuali kalau dibayar satu atau dua bulan dulu, kami masih bisa usahakan cari pinjaman. Tapi kalau lansung setahun, apalagi nilainya Rp12 juta lebih, kami tidak punya uang tunai," katanya.
Mereka juga mengaku heran jika keputusan ini hanya diberlakukan kepada pelaku usaha di kawasan kuliner Pare Beach. Sementara juga, ada pelaku UMKM yang melakukan aktivitas berjulan di lokasi aset milik pemda, seperti beberapa ikon Parepare lainnya, justru pembayaran sewanya dengan metode dibayar per bulannya, bahkan per hari.
"Tidak mampuki sebagian pedagang kasihan. Semoga ada kebijakan dari pemerintah daerah bisa memberikan keringanan kepada kami, dibayar dulu satu bulan atau dua bulan," tandasnya. (has)