Menang dan Kalah dalam Alquran

  • Bagikan

Oleh : Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)

Kompetisi atau rivalitas adalah hal yang tak terhindarkan dalam kehidupan makhluk hidup. Hasilnya hanya dua. Dalam dunia manusia disebut menang atau kalah. Dalam dunia binatang, memangsa atau dimangsa.

Menang atau kalah tak luput dari Sunnatullah. Siapa yang paling bagus persiapannya, sumber dayanya, strateginya, dia lah pemenangnya. Siapapun itu. Kita semua tahu. Sayyidul Wujud, Al Mustafa Muhammad Saw pun pernah kalah perang. Beberapa kali. Momentum kekalahan paling menyayat adalah Perang Uhud. Di mana Hamzah bin Abdul Muthalib, Pamanda yang telah menjadi perisai hidup Nabi sejak kecil, gugur syahid karena ditikam lembing dari belakang.

Apa yang kurang dari pasukan muslim kala itu? Panglimanya adalah Nabi Muhammad Saw. Strateginya sudah jitu. Medan perang telah dikuasai. Kemenangan sudah di depan mata. Ternyata, ada sebagian pasukan pemanah yang tidak sabaran mengambil rampasan perang. Mereka berlari turun meninggalkan pos pemanah di puncak Uhud.

Teriakan Abdullah bin Jubair agar jangan beranjak dari posko tak dihiraukan. Musuh yang tahu ada celah segera memasuki arena perang tanpa takut dihujani panah. Barikade pasukan muslim pun dibuat kocar-kacir. Imam Ali dan beberapa prajurit segera melindungi Nabi Muhammad Saw dari kepungan musuh.

Penyebab utama kekalahan pasukan muslim berasal dari teriakan-teriakan hoaks. Bahwa Rasulullah telah gugur. Inilah yang menyebabkan semangat pasukan jatuh. Karena mengira Nabi telah wafat, mereka pun mundur dari medan perang. Saat itu, Nabi Muhammad Saw memang terluka. Hanya dikawal beberapa prajurit setia, melangkah mundur ke sebuah bukit. Perang pun usai. 70 pasukan muslim syahid.

Hikmah apa yang bisa ambil dari tragedi ini? Bagi saya, dalam situasi apapun, jangan pernah melepas diri dari petunjuk Allah Swt dan RasulNya. Alquran dan Sunnah Nabi Saw harus digenggam erat. Sekalipun persiapan sudah matang, sumber daya tersedia melimpah, kekuatan sudah maksimal, hasil akhir tetap berada dalam kekuasaan Allah Swt.

Banyak dari kita, ketika sudah yakin persiapan sudah sangat baik, kemenangan sudah di depan mata, kita justru bersikap angkuh. Takabbur. Merasa potensi yang dimilikinya adalah usaha dari dirinya. Padahal semua potensi dan bahkan nyawa kita semua berasal dari Allah. Satu-satunya yang kita miliki hanyalah harapan. Doa.

Ada juga yang merasa jatuh moralnya ketika kekalahan semakin dekat. Ketika yang kita perjuangkan mengandung nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, jangan pernah merasa putus asa. Apalagi lari dari medan perjuangan. Tetaplah berusaha dengan segala potensi yang dititipkan Allah Swt kepada kita. Berdoa dan berharap akan rahmatNya.

Begitu banyak hal dalam kehidupan ini yang tak bisa dijangkau oleh nalar manusia. Yang nampak menang ternyata bisa kalah. Dan yang nampak kalah bisa berbalik menang.

Menang dan kalah dalam perjuangan, Alquran memberikan hikmah tentang Perang Badar dan Uhud. Bahwa menang dan kalah pada dasarnya adalah Sunnatullah. Digilirkan kepada satu golongan ke golongan yang lainnya.

"Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman (yang sejati) dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Allah tidak menyukai orang-orang zalim." (QS Ali Imran : 140)

Pada ayat di atas, kalah dan menang bukanlah esensial. Tujuan sebenarnya adalah bagaimana kita mengelola diri ketika menghadapi kemenangan atau di kala mengalami kekalahan. Apakah kondisi itu tetap membuat iman kita stabil. Dalam artian kemenangan tidak membuatnya sombong. Ataukah ketika kalah imannya tidak labil.

Hikmah ini pun membawa ingatan saya pada Bapak Airlangga Hartarto. Saya menganggapnya sebagai sosok politisi yang baik. Pencapaiannya pun mengagumkan. Partai Golkar menduduki urutan kedua kursi terbanyak di parlemen. Jika Airlangga mau, dia bisa saja mencalonkan diri sebagai Presiden RI. Dan bisa saja menang mengingat kekuatan Golkar yang sangat solid. Namun dia memilih legawa.

Dua hari setelah kami menerima rekomendasi Partai Golkar sebagai Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Parepare, beliau tiba-tiba mengumumkan pengunduran diri. Kami semua terkejut.

Peristiwa ini pun dalam pandangan saya adalah bentuk kekuasaan Allah Swt. Menjadi bagian dari SunnatullahNya atas kehidupan ini. Dialah yang mutlak mewujudkan semua urusan sekehendakNya.

Saya berharap, Airlangga Hartarto masuk ke dalam golongan yang dimuliakan oleh Allah karena bersabar dalam ujian. Mampu berdiri tegak ditopang oleh kenegarawannya. Wallaahu 'a'lam. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan

Exit mobile version