Oleh Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)
Selasa yang mendung di Kota Parepare. Saya diundang untuk membawakan ceramah takziah di salah satu rumah warga yang tengah berduka di Kecamatan Bacukiki. Usai pamit, saya menuju ke Mabes. Mabes adalah istilah untuk kediaman kami di Cappagalung. Di Mabes kami rapat terbatas bersama Tim Tujuh. Semuanya perempuan dan semuanya datang. Ada 49 orang srikandi. Mereka kami berikan bimbingan teknis. Tim Tujuh ini bagian dari 200 tim yang berpartisipasi dalam gerakan kami.
Chayra, cucu saya juga ikut menemani sepanjang hari ini. Hingga larut pukul 11 malam. Rapat selesai dan kami pun istirahat.
Rabu subuh mendekati pukul lima. Azan terdengar berkumandang dari masjid yang berjarak sekitar 50 meter dari rumah. Saya terbangun dan langsung mandi. Saya sudah terbiasa mandi di pagi buta. Kadang pukul 03.30. Kadang juga pukul 05.00. Setelah menunaikan Shalat Subuh, saya kembali istirahat. Saya hanya ingin di rumah dan istirahat penuh sepanjang hari ini. Sejak 3 bulan terakhir, agenda politik ternyata sama padatnya ketika saya menjadi Ketua TP PKK Parepare dulu.
Di tengah lamunan, tiba-tiba ponsel saya berdering. Dari Ketua DPD Partai Golkar Sulsel. Yang juga suami saya. Dia meminta saya bersiap-siap ke Jakarta siang ini. Tiket pesawat sudah dipesankan. Bapak buru-buru menutup telepon sehingga saya tidak sempat bertanya apa tujuannya. Dengan sedikit tergesa-gesa, saya siapkan segala keperluan. Setelah selesai, saya memohon kepada Allah Swt melalui Salat Dhuha, agar dimudahkan segala urusan dalam perjalanan hari ini. Saya bangunkan cucu. Tidak pakai mandi lalu start dari Parepare pukul 09.30.
Kami tiba di Bandara Sultan Hasanuddin dalam dua jam lebih. Tak ada kemacetan. Semuanya terasa dimudahkan. Kami masih sempat menjamak Salat Duhur Ashar di bandara sebelum boarding. Di atas angkasa saya bertafakkur. Benar-benar ingin menyerahkan seluruh urusan ini secara total kepada Allah Swt. Begitu indah rasanya kepasrahan itu. Sulit saya tuangkan dalam tulisan ini.
Singkat cerita, setiba di Jakarta, bapak mengarahkan kami agar segera menuju ke Kantor DPP Partai Golkar. Bapak sudah ada di sana terlebih dahulu. Juga Rahman Pina (Anggota DPRD Sulsel) dan Kaharuddin Kadir (Ketua DPRD Parepare). Ada pula Rahmat Syamsu Alam yang merupakan sebagai pasangan Calon Wakil Wali Kota Parepare. Rekomendasi untuk pasangan kepala daerah dari DPP Partai Golkar akan dikeluarkan sorenya. Kami langsung mengurus administrasi.
Dari bagian administrasi, kami diberitahukan penyerahan rekomendasi akan segera dilakukan oleh Wakil Ketua Bidang Pemenangan, Dr Ahmad Doli Kurnia. Administrasi selesai menjelang magrib. Saya mulai resah karena waktu Salat Magrib sudah akan masuk. Saya membisiki Erviana, adik saya agar kita sebaiknya mengambil wudu dulu. Lima menit kemudian azan magrib sudah berkumandang. Saya dan Evi menuju mushallah lantai satu di Gedung DPP Partai Golkar. Pak Naryo dari bagian administrasi mendatangi kami. Katanya semua petinggi partai akan segera turun untuk Shalat Magrib.
Saya menghela nafas lega. Bersyukur kepada Allah Swt karena kami semua masih dianugerahi keinginan untuk mendahulukan kewajiban seorang muslim dibandingkan urusan politik. Dari Mushalla, saya masih sempat melihat suami, Bapak Doli beserta pengurus partai menuju ke masjid yang masih berada dalam komplek Gedung DPP Partai Golkar. Usai Shalat, dimulai lah penyerahan rekomendasi di lantai satu.
Dalam perjalanan pulang, saya teringat tentang isu miring rekomendasi Partai Golkar ini. Masyarakat dijejalkan informasi bahwa Partai Golkar tidak percaya kepada Erat. Bahwa Partai Golkar tidak akan memberikan rekomendasinya. Bahwa orang lain lah yang akan mendapatkannya. Dan macam-macamlah hoaks yang diarahkan kepada kami. Khususnya kepada saya.
Dari peristiwa ini, saya mengambil hikmah. Bahwa menilai seseorang secara terburu-buru itu tidaklah baik. Menyangka-nyangka nasib orang seolah-olah dia bisa mengalahkan ketetapan Allah Swt. Nabi Muhammad Saw pun mengingatkan kita agar jangan tergesa-gesa dalam menilai orang. Karena tergesa-gesa itu sifatnya setan.
Islam mengajarkan kita agar menilai orang dengan pemahaman yang baik dan perasaan yang tenang. Kita telah dianugerahi panca indra, terutama mata, telinga dan mulut untuk menganalisa keadaan dengan akal lalu membuat keputusan. Dan satu hal penting lagi. Kita dianugerahi hati agar lebih memahami tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.
Jika kita terburu-buru, tergesa-gesa, itu sama saja kita mengabaikan anugerah yang sudah Allah Swt berikan kepada kita. Begitu sombong. Begitu takabbur. Malah berbangga dengan analisa buru-burunya. Semuanya untuk memuaskan nafsu kotornya
Sungguh, Allah Swt sangat murka kepada makhluk yang sombong dan takabbur. Itu terabadikan dengan sangat terang dalam Surah Al A'raf ayat 179. "Dan akan kami jejali Neraka Jahannam dari jin dan manusia. Mereka diberikan hati tetapi tidak memahami (kebenaran) dengan hatinya. Diberikan mata tetapi tidak melihat (kebenaran) dengan matanya. Diberikan telinga namun tidak mendengarkan (kebenaran) dengan telinganya. Mereka itu laksana binatang ternak bahkan lebih buruk lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."
Maukah kita dicap binatang oleh Allah Swt? Tentu kita tidak mau. Karena itu, jangan terhasut oleh hoaks atau informasi yang tidak jelas. Percaya pada hoaks menurut saya termasuk perbuatan yang dimaksud Alquran karena lalainya kita mengoptimalkan fungsi qalbu, penglihatan dan pendengaran. Kita terima begitu saja semua informasi-informasi buruk. Dan menolak informasi yang baik-baik dari lawan tanpa memverifikasi terlebih dahulu.
Sedikit informasi usai penyerahan rekomendasi ini. Ternyata, masih ada hoaks yang diedarkan kepada masyarakat. Bahwa rekomendasi ini, didapatkan Erat-Bersalam dengan berember-ember uang. Kami hanya tersenyum saja. Allah jualah yang Maha Tahu. Dan kepadanya kita semua berserah diri. (*)