Iman dan Ilmu yang Menyempurnakan

  • Bagikan

Oleh : Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)

"Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan pencuri." (Buya Hamka)

Ada begitu banyak quote atau nasihat-nasihat bijaksana yang menekankan betapa pentingnya memiliki iman dan ilmu di saat yang bersamaan. Imam Ali bin Abi Thalib Kwh menegaskan, tiada agama tanpa akal.

Imam Ali sendiri merupakan manusia didikan Rasulullah Saw yang telah menyempurna iman dan akalnya. Hasilnya, beliau berkali-kali disanjung sebagai manusia paling cerdas di antara para sahabat.

"Aku adalah Kota Ilmu. Sedangkan Ali adalah gerbangnya. Barang siapa yang ingin masuk ke sebuah kota, maka hendaknya dia melewati gerbangnya." (Hadist)

Imam Ali telah berkali-kali menunjukkan bahwa spiritualitas saja tidaklah cukup. Seorang muslim juga harus memperdalam ilmu pengetahuannya.

Suatu waktu, sekelompok Yahudi mendatangi Khalifah Umar bin Khattab. Mereka menantang umat Islam untuk menjawab lima pertanyaan. Jika pertanyaan ini bisa dijawab, mereka akan langsung bersyahadat. Kalau tak bisa dijawab, mereka akan mengumumkan bahwa Islam bukanlah agama yang sempurna.

Saya tidak akan memaparkan lima pertanyaan itu karena terlalu panjang untuk ditulis di sini. Namun ada dua pertanyaan begitu membingungkan dan tidak bisa dijawab oleh yang hadir ketika itu.

Masing-masing, di bagian mana di bumi ini yang hanya terkena sinar matahari satu kali saja, dan setelah itu tidak akan bisa disinari lagi selama-lamanya? Selanjutnya, ada sebuah benda mati yang dulunya berasal dari benda hidup, namun benda mati itu bisa hidup lagi. Apakah benda itu?

Karena tidak ada satu pun yang bisa menjawab, Khalifah Umar pun meminta jeda waktu untuk mencari seseorang yang bisa menjawabnya. Dia lalu mengutus salah seorang sahabat untuk menjemput Imam Ali bin Abi Thalib.

Setiba di lokasi pertemuan, Imam Ali meminta para rabi Yahudi untuk mengulang pertanyaannya. Setiap pertanyaan selesai, langsung dijawab oleh Imam Ali. Para rabi ini pun puas dan menyatakan Islam adalah agama sempurna.

Adapun lima jawaban Imam Ali itu adalah Nabi Adam, Hawa dan Nabi Isa As. Dua jawaban lain, yakni tempat yang hanya sekali disinari matahari adalah dasar Laut Merah saat dibelah oleh Nabi Musa As. Sementara benda hidup menjadi benda mati dan kembali menjadi benda hidup adalah tongkat Nabi Musa As. Tongkat Nabi Musa berasal dari pohon khusus, dibuat tongkat, dan jika ditanam akan hidup lagi sebagai pohon.

Khalifah Umar pun dibuat terkagum-kagum dengan kecerdasan Imam Ali. Sampai-sampai dia bertanya, bagaimana Imam Ali bisa semudah itu menjawab seluruh pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh siapapun. Imam Ali lalu memperlihatkan jari tangannya dan bertanya kepada Umar, berapa jari saya ini? Umar menjawab ada lima. Semudah itulah saya menjawabnya, kata Imam Ali.

Imam Ali juga diketahui bisa menjawab pertanyaan matematika yang rumit. Beliau pula yang meletakkan dasar-dasar ilmu balagah dan ilmu mantiq atau logika. Dari Imam Ali lah, para sarjana-sarjana Islam setelahnya menyimpulkan tiga jalan menuju kebenaran. Filsafat, sains dan mistisisme. Ketiga dimensi inilah yang bisa menuntun pemahaman akal yang benar.

Akal yang benar, akan menjadi pondasi keimanan. Meyakini sesuatu tanpa memahaminya tentu bisa menjadikan seseorang sesat. Namun menggunakan akal tanpa iman pun juga berbahaya.

Karena itulah, para ustad selalu membuka dakwahnya dengan kalimat bahwa iman adalah nikmat terbesar. Karena iman itu tidak bisa didapatkan begitu saja dari orangtua atau guru agama. Dalam banyak riwayat, iman adalah anugerah yang diberikan kepada mukminin yang tulus dalam beribadah.

Segala macam nikmat Tuhan bisa diberikan kepada seluruh manusia, apapun agamanya. Bahkan yang tidak beragama sekalipun. Akal pun juga begitu. Harta benda dan kenikmatan duniawi, siapapun bisa mendapatkannya dengan usaha.

“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta.” (Hadist)

Jika kita membaca riwayat dan hikayat tentang mukminin istimewa, sesungguhnya mereka pun bisa mendapatkan nikmat duniawi jika memintanya kepada Allah Swt. Namun banyak yang tidak menyadarinya atau malu untuk memintanya.

Saya sendiri meyakini bahwa menjaga iman memudahkan seluruh urusan, terutama yang menyangkut urusan ibadah. Saya meyakininya setelah mengalaminya sendiri. Shalat di awal waktu, contohnya. Saya berusaha sekuat tenaga agar bisa istiqamah pada urusan ini. Allah pun memperlihatkan kepada saya, jika kita memang sudah punya usaha kuat untuk Shalat di awal waktu, pasti akan dimudahkan.

Terkadang, saya takjub sendiri bagaimana Allah bisa mengatur hal-hal yang di luar kemampuan. Terutama ketika kesibukan melanda, namun ada saja situasi di mana saya bisa melaksanakan shalat di awal waktu. Bahkan tidak sampai di situ. Seluruh urusan setelah shalat pun dimudahkan.

Ketika pemeriksaan kesehatan di KPU, saya sempat ragu apakah bisa shalat di awal waktu. Ternyata, KPU sudah menjadwalkan waktu shalat untuk seluruh kandidat.

Ada begitu banyak peristiwa yang sudah saya alami, yang membuat saya mensyukuri nikmat iman ini. Proses syukur ini pun menjadi perenungan tersendiri betapa kekuasaan Allah Swt meliputi segala sesuatu. Hikmah terbesar bagi saya, iman dan ilmu inilah yang bisa menyempurnakan diri seseorang. Iman dan ilmu membuat kita tidak lagi membutuhkan sandaran apapun.

Dengan demikian hati menjadi tenteram dan hidup terasa mengalir. Semoga kita semua terus dianugerahkan iman dan ilmu. Wallaahu a'lam. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan