Oleh: Hj Dr Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad.
"Dan kami tidak mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (QS Al Anbiya : 107)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Asy-syu'ara 52)
Kita telah memasuki Rabiul Awwal. Inilah momentum yang seharusnya menancapkan ingatan dan perasaan kita sepenuhnya kepada Al Mustafa, Nabi Agung, Muhammad Saw. Bulan Maulid ini sepantasnya mempersatukan kita semua atas nama Umat Muhammad. Sebagaimana Rasulullah dulunya mempersatukan Kaum Muhajirin dan Anshar.
Rasulullah Muhammad Saw datang kepada manusia membawa misi suci Ketuhanan. Tidak ada propaganda keduniaan. Yang dia sebarkan adalah ajaran yang penuh cinta kasih. Mengajarkan pengetahuan-pengetahuan dari masa lalu hingga masa depan. Mewariskan mukjizat agung, Kitab Alquran sebagai penuntun keselamatan dunia akhirat.
Welas asihnya membuat orang-orang begitu mencintainya. Golongan pertama, yang diabadikan dalam Alquran sebagai Assaabiquunal Awwalun menyerahkan seluruh hidupnya untuk Nabiyullah, meski dalam situasi yang amat sulit dan menyedihkan. Bahkan mereka sendiri berasal dari kalangan lemah. Orang-orang miskin dan budak.
Abu Thalib dan Khadijah, paman dan istrinya menjadi pelindung yang setia di tengah embargo dan pengucilan. Ali bin Abi Thalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib jadi perisainya di tengah upaya pembunuhan. Pengikutnya orang-orang yang menggigit kuat keimanannya di tengah penyiksaan. Iman yang membuat Yasir dan istrinya mampu bertahan syahidnya. Yang menguatkan Bilal bin Rab'ah menahan batu besar yang dibebankan di atas perutnya.
Nabi Muhammad, sejak awal telah dikawal para malaikat di bawah komando langsung Jibril As. Malaikat yang sanggup mengangkat Bukit Thaif dan menimpakan kepada siapa saja yang ditunjuk oleh Muhammad. Tapi apakah Rasulullah memanfaatkan privilage malakuti ini untuk menghukum musuh-musuhnya? Tidak. Dia lebih memilih keistimewaan doa agar orang yang memusuhinya diberi hidayah.
Tidak juga dia menggunakan kekuatan malaikat di setiap serangan musuh. Beliau dan pengikutnya pun mengalami beberapa kali kekalahan. Terluka saat diserang. Bersedih kala dukanya. Dan tersenyum bahagia di tengah sahabatnya.
"Katakanlah sesungguhnya aku pun manusia seperti kalian, disampaikan wahyu kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa. Barang siapa yang menginginkan bertemu dengan Tuhannya hendaknya beramal saleh, dan jangan pernah mempersekutukan Tuhan dalam ibadahnya." (QS Al Kahfi : 110)
Muhammad bin Abdullah menjadi pemimpin yang begitu dicintai karena keadilan dan Raufurrahim-nya. Raufurrahim entah bagaimana membahasakannya secara sederhana. Dia adalah perpaduan antara kelemahlembutan dan welas asih. Para ulama dulu kadang langsung menangis hanya dengan mendengar nama Muhammad saw.
Muhammad Saw pun menjadi pemimpin yang terus dirindukan oleh generasi setelahnya karena risalah yang dibawanya. Risalah yang telah menjadi penyelamat dan jalan kebahagiaan abadi yang bernama Agama Islam. Pengikutnya disebut muslim. Muslim itu artinya tidak sebatas selamat. Tetapi juga menyelamatkan sekitarnya. Di mana ada muslim, orang-orang di sekitarnya akan merasakan ketentraman dan kedamaian. Itulah muslim sejati. Itulah umat Muhammad.
Pertanyaannya; apakah kemusliman kita telah menjadi keselamatan bagi sekitar kita? Ini perlu kita renungkan bersama di tengah hiruk-pikuknya dunia dewasa ini. Jangan-jangan keberadaan kita justru membuat orang sekitar sengsara dan menderita. Jangan-jangan kita menjadi pemimpin yang zalim, tapi masih merasa sebagai umat Muhammad Saw.
Inilah waktunya kita menyerapi hikmah Maulid Nabi Muhammad Saw. Bagaimana menautkan hati kita dengan hati para Assaabiquunal Awwalun. Apakah yang membuat hati mereka begitu terpatri dalam mencintai Nabi, membuat mereka bahagia terhadap risalah yang dibawanya, membuat mereka tenang dan gembira menyambut kedatangannya, serta melupakan segala bentuk kepedihan dan kesulitan yang mereka alami demi untuk mengikutinya?
Tidak lain karena mereka telah menerima pancaran cinta dari diri Nabi Saw. Yang membuat segala rasa sumpek, derita, dendam bakal sirna. Digantikan dengan kesejukan, kebahagiaan dan ridha menjalani perintah dan larangan agama. Seperti itulah hati kita berupaya menjangkau Nabi Muhammad Saw. Melalui risalahnya. Dengan memperbanyak shalawat atas dirinya dan keluarganya.
Figur Rasulullah tidak saja digambarkan dalam hikayat-hikayat yang menjangkau masa purba. Keteladanannya pun abadi hingga waktu yang tak terjangkau oleh akal. Pribadinya tidak hanya diagungkan bagi pengikutnya. Namun juga oleh mereka di luar golongannya. Ribuan kitab telah mencatat tentang hidup dan kehidupannya.
Para orientalis dan pemikir barat pun tak kuasa menolak kekagumannya. Saya masih ingat bagaimana Buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah menggemparkan dunia di akhir 1978, gara-gara penulisnya, Michael H Hart, dengan berani menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Hart menerima kritikan tajam atas karyanya.
Apa yang menjadi alasan Hart menomorsatukan Muhammad Saw? Tolok ukur yang digunakan Hart untuk menentukan peringkat bukanlah kepintaran, kekuatan, ataupun kehebatan. Melainkan tingkat pengaruh dan seberapa besar tokoh tersebut mengubah takdir jutaan manusia.
Kita semua merindukan sosok pemimpin yang mengejawantahkan ajaran Nabi Muhammad Saw. Kita berdoa, berusaha dan berharap, semoga para pemimpin di negeri kita meneladani sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah Saw. Menjadi pemimpin yang selalu dicintai dan dirindukan. Wallaahu 'Alam. (*)