Tim DIA Diduga Pelintir Survei Indikator, Pengamat Soroti Metodologi Tak Jelas

  • Bagikan
Prof Dr Armin Arsyad

PAREPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Guru besar Unhas dan pengamat politik Prof Dr Armin Arsyad merespon munculnya artikel di salah satu media di Kota Makassar, Senin, 14 Oktober 2024.

Dalam artikel tersebut mengklaim bahwa elektabilitas pasangan calon (paslon) DIA hanya terpaut selisi 3,9 persen dari paslon Andalan Hati yang memperoleh 43,3 persen dan DIA 39,5 persen. Sedang pemilih yang tidak menjawab 17,2 persen.

Menurut Prof Armin Arsyad, apa yang diberitakan tersebut mengandung pertanyaan besar, karena pada hari yang sama, Indikator juga merilis survei mutakhirnya dengan hasil yang jauh berbeda, yakni Andi Sudirman-Fatma jauh melejit dengan capaian elektabilitas 63,1 persen.

Sedang paslon Danny Pomanto-Azhar Arsyad jauh tertinggal dan hanya memperoleh elektabilitas 17, 9 persen. Responden yang belum menentukan pilihan sebesar 18,9 persen dan yang menyatakan diri golput atau tidak memilih sebesar 0,2 persen.

"Nah ini yang harus dipertanyakan karena memakai nama lembaga survei yang sama dalam waktu rilis yang sama," ujar Prof Armin, Selasa, 14 Oktober 2024.

Dengan demikian, yang harus menjadi landasan dalam menakar validitas survei adalah metodelogi yang digunakan dan sample data yang diperoleh.

"Dari hasil survei yang saya peroleh dan dirilis oleh laman resmi Indikator, jelas dillaporkan secara rinci terkait metodelogi dan penarikan sampel," kata dia.

Dalam survei itu, Prof Burhanuddin menyampaikan bila survei ini dilakukan mulai tanggal 26 September hingga 3 Oktober 2024.

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel basis sebanyak 800 orang berasal dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang terdistribusi secara proporsional. Kemudian dilakukan oversample di Kabupaten Bone menjadi 400 responden.

"Dengan asumsi metode stratified random sampling, ukuran sampel tersebut memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±3.5% pada tingkat kepercayaan 95 persen," katanya.

Analisis gabungan diterapkan pembobotan sehingga sampel dari seluruh Kabupaten/Kota terdistribusi secara proporsional di tingkat Provinsi. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.

Sedang quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.

"Jadi sangat terinci dan dapat dipertanggung jawabkan secara statistik dan ilmiah," katanya.

Lantas, imbuhnya, bagaimana dengan metodelogi yang dipakai dalam survei yang dikeluarkan kubu DIA, "Ini yang jadi pertanyaan besar bagi peneliti seperti saya," kata Prof Armin.

Jadi kalau menelisik lebih jauh, dengan sumber lembaga survei yang sama dengan pelaksanaan waktu survei yang sama, pastilah ada yang dimainkan.

"Bisa saja, survei Indikator yang dikeluarkan kubu DIA hanya memotret basis suara satu daerah, misalnya Makassar. Sehingga hasilnya memang beda," tandasnya.

Sementara itu, pengamat politik M Saiful menyampaikan adanya dugaan terjadi manipulasi dan pelintiran hasil survei yang dilakukan kubu DIA.

"Saya sebut ini merupakan upaya yang sudah kehilangan akal sehat dari tim pemenangan pasangan calon. Apalagi hal tersebut dilakukan dengan sengaja untuk melakukan pembohongan publik," katanya.

Ia menambahkan hal ini adalah upaya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan adalah karena mengklaim bahwa survei ini dari Indikator. Ini upaya pembusukan politik paling vulgar dari tim yang sudah kehilangan orientasi sehat dalam berkontestasi secara fair dan sportif," ujarnya, Senin, 14 Oktober 2024.

Ditambahkan, diduga upaya manipulatif dan memelintir survei Indikator ini juga diimbuhi dengan komentar dari pengamat politik dari UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hadjar Yusuf.

"Sebagai akademisi, terlepas dari dukung mendukung satu paslon, sejatinya dia harus tetap mengedepankan integritas intelektualnya, bukan malah dijadikan corong untuk membohongi warga," katanya.

Menurut Saiful, upaya semacam ini menjadi satu episode terburuk dalam tahapan proses pemilihan pemimpin di Sulsel karena sudah menabrak batas etika bahkan menebar kebohongan.

"Mengapa saya bilang begitu, karena hasil yang ditampilkannya ini adalah hasil survei Indikator untuk basis pemilih di Makassar. Namun dimanipulasi seolah-olah ini adalah hasil survei Indikator untuk Sulsel.

"Sulit membayangkan bila kelak kita dipimpin oleh sosok dengan karakter seperti itu,” pungkasnya.

Sebagai informasi, survei nasional yang dipimpin Prof. Burhanuddin Muhtadi MA Ph.D, merilis survei terbarunya terkait Pemilihan Gubernur (Pilgug) Sulawesi Selatan (Sulsel). Hasilnya, elektabilitas pasangan calon (paslon) Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (Andalan Hati) unggul sangat jauh dibanding dengan paslon Danny Pomanto-Azhar Arsyad (DIA).

Tercatat, dalam laporan lembaga survei nasional yang menempati peringkat teratas dalam kredibilitasnya ini, paslon Andi Sudirman-Fatma jauh melejit dengan capaian elektabilitas 63,1 persen.

Paslon Danny Pomanto-Azhar Arsyad jauh tertinggal dan hanya memperoleh elektabilitas 17, 9 persen. Responden yang belum menentukan pilihan sebesar 18,9 persen dan yang menyatakan diri golput atau tidak memilih sebesar 0,2 persen. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan

Exit mobile version