Silaturahim Kandidat

  • Bagikan

Oleh: Dr Hj Erna Rasyid Taufan
(Ketua DPD Partai Golkar Parepare)

Islam sangat menekankan mencari kebenaran melalui tukar pikiran yang tujuannya membangun kemaslahatan. Namun terkadang, tukar pikiran atau adu gagasan berubah menjadi perdebatan yang sengit. Tujuannya pun melenceng dari menemukan kebenaran menjadi mencari-cari pembenaran.

Dalam Alquran, kita tidak dilarang untuk saling berdebat. Sepanjang itu dilakukan dengan cara yang baik. "Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik (santun) pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui siapa saja yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia yang lebih mengetahui siapa saja yang mendapat petunjuk." (QS An Nahl : 125)

Lantas bagaimana dengan Debat Kandidat dalam Pemilu? Tentu dikembalikan lagi kepada pribadi masing-masing kandidat. Jika adu gagasan sesuai dengan syariat agama; berdebat dengan santun, saling menasehati dalam kesopanan, tidak bertujuan menjelek-jelekkan apalagi menjatuhkan lawan bicara, dan memikirkan kebaikan orang banyak, tentu saja debat seperti ini bisa dilakukan.

Sayangnya, realitas yang kita lihat dalam debat-debat publik tidaklah seideal itu. Orang saling menjelekkan. Mencari-cari kesalahan lawan. Yang lebih parahnya lagi sampai melakukan argumentum ad hominem. Menyerang fisik, jenis kelamin atau latarbelakang sosial lawan bicaranya yang tidak sesuai dengan tema pokok permasalahan.

Secara pribadi, saya tidak begitu peduli dengan perdebatan. Debat cenderung mengikutkan hawa nafsu atau emosi. Manusia kalau sudah emosi, akalnya akan terhijab. Nafsu menjadi pengendali dirinya. Kalau sudah hawa nafsu yang mengambil alih, hasil akhirnya pasti keburukan.

Rasulullah SAW mengingatkan keterkaitan emosi dalam berdebat. Sepertinya susah sekali menemui ajang debat yang dinaungi hikmah dan ahsan, seperti ayat di atas. Dalam hadist yang riwayatkan Imam Bukhari - Muslim, Rasulullah bersabda Allah sangat membenci orang yang keras debatnya.

Debat kandidat yang sering kita saksikan pada dasarnya mengadopsi demokrasi orang Barat. Lihatlah bagaimana calon-calon Presiden AS berdebat. Sangat keras. Terkadang sampai menyerang ras atau warna kulit rivalnya. Padahal kita semua tahu, kapabilitas seseorang dalam memimpin tidak ada kaitannya dengan ras atau warna kulit. Tapi begitulah realitas politik. Sepanjang itu menguntungkan kepentingannya, tak peduli apapun yang dilakukan.

Sementara di Timur, budaya kita sangat dipengaruhi nilai-nilai agama dan tradisi yang penuh kearifan. Bahwa kita tetap mengandalkan akal atau rasionalitas dalam menemukan kebenaran, iya. Namun semua ada batasnya. Saling menghargai dan menghormati.

Saya sering berpikir, bagaimana jika format Debat Kandidat diganti saja menjadi Silaturahim Kandidat. Rasa-rasanya auranya lebih damai. Kalau pun terjadi adu gagasan atau debat program, para kandidat, termasuk para pendukung yang ikut serta sudah memahami batasan masing-masing.

Kalau format debat, dari rumah menuju arena debat saja kita sudah diselimuti aura permusuhan. Yang ada dipikiran bagaimana menjatuhkan lawan. Kalau bisa, bagaimana membuat rival dibenci oleh publik. Na'udzubillah.

Debat sengit penuh emosi tidak saja menjangkiti para kandidat di podium. Masing-masing pendukung yang menonton pun bisa tertular. Jika bukan kesadaran masing-masing untuk menjaga ketertiban dan kesopanan, debat bisa saja meningkat secara buruk dari adu gagasan menjadi adu fisik. Oleh sebab itu saya berusaha maksimal memberi batas pada diri saya untuk tidak larut jika perdebatan nuansanya negatif.

Masukan saya untuk format Silaturahim Kandidat tidak lain untuk tujuan yang baik. Tukar pendapat dalam suasana silaturahim akan membuat para kandidat lebih nyaman dan rileks. Kita pun bisa menciptakan rasa saling menghargai dan tidak menutup kemungkinan saling support siapapun yang nanti terpilih.

Jangan lupa, ada kekuasaan Allah SWT dibalik kekuasaan manusia. Kita ini, masing-masing sudah punya takdir yang hanya Allah SWT yang tahu. Saya tidak akan bosan untuk mendakwahkan, Allah yang memberi kekuasaan, dan Allah pula yang mencabut kekuasaan itu. Dengan kata lain, Allah SWT sudah menentukan siapa yang akan menjadi Wali Kota Parepare 2024-2029.

Pada Debat Pertama Kandidat Pilkada Parepare kemarin, saya bersyukur para calon masih menjunjung tinggi adat ketimuran. Bisa kita rasakan semua saling menghargai satu sama lain sehingga suasananya tidak terlalu tegang. Malah nampak santai semuanya.

Mungkin kedepan yang perlu kembali diingatkan adalah tim pendukung supaya tetap menjaga ketertiban. Sehingga para pasangan kandidat bisa fokus dan tidak terganggu dgn teriakan-teriakan yang tidak jelas. Pihak keamanan bisa bertindak humanis penuh dgn kasih sayang agar tercipta situasi yang kondusif. Wallahu 'alam. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan

Exit mobile version