Oleh: Suherman (Dosen Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Parepare)
Pertanian jagung di Kota Parepare dan sekitarnya telah menjadi sektor yang strategis bagi perekonomian lokal. Namun, praktik monokultur yang terus-menerus tanpa pengelolaan lahan yang berkelanjutan berpotensi menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Salah satu dampak serius yang kini mulai dirasakan adalah banjir akibat rendahnya kemampuan tanah menyerap air (infiltrasi).
Fenomena ini semakin diperburuk dengan curah hujan yang tinggi akibat perubahan iklim.
Monokultur dan Degradasi Tanah
Monokultur, atau penanaman satu jenis tanaman pada lahan yang sama secara berulang-ulang, telah menjadi metode umum dalam pertanian jagung.
Meski menguntungkan dari sisi efisiensi produksi, praktik ini memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap struktur tanah. Dalam jangka panjang, tanah kehilangan porositasnya akibat hilangnya bahan organik dan padatnya lapisan tanah bagian atas. Akibatnya, kemampuan tanah untuk menyerap air hujan menurun drastis, sehingga air cenderung mengalir langsung ke permukaan sebagai limpasan (runoff).
Jika praktik ini terus berlangsung tanpa ada tindakan mitigasi, risiko banjir di daerah Parepare dan sekitarnya akan semakin meningkat. Curah hujan tinggi yang jatuh pada tanah dengan tingkat infiltrasi rendah tidak hanya menyebabkan genangan air di lahan pertanian tetapi juga berkontribusi terhadap bencana banjir di wilayah hilir.
Strategi Pengolahan Lahan Berkelanjutan
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan pengelolaan lahan berkelanjutan harus segera diterapkan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membuat lubang resapan di lahan pertanian jagung sebagai strategi untuk menahan runoff dan meningkatkan infiltrasi air. Berikut adalah langkah-langkah implementasi yang dapat dilakukan:
Identifikasi Titik Lubang Resapan
Lahan jagung perlu dipetakan untuk menentukan titik-titik yang strategis untuk pembuatan lubang resapan. Titik ini biasanya dipilih di area cekungan alami atau di sepanjang alur limpasan air.
Desain Lubang Resapan
Lubang resapan dibuat dengan dimensi yang disesuaikan dengan luas lahan dan intensitas curah hujan. Sebagai contoh, lubang dengan kedalaman 50 cm dan diameter 1 meter dapat menampung air hujan dengan cukup baik.
Lubang ini dapat diisi dengan material organik seperti daun kering atau sekam untuk meningkatkan daya resap tanah.
Rotasi Tanaman dan Penanaman Penutup Tanah
Monokultur jagung dapat dilengkapi dengan rotasi tanaman untuk mengembalikan kesuburan tanah. Penanaman tanaman penutup seperti kacang-kacangan atau rumput vetiver juga dapat membantu memperbaiki struktur tanah dan mengurangi erosi.
Peningkatan Kandungan Bahan Organik Tanah
Pemberian kompos atau pupuk organik secara rutin akan meningkatkan porositas tanah, sehingga air hujan dapat lebih mudah meresap. Limbah pertanian seperti jerami jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik tambahan.
Pengendalian Runoff dengan Terasering
Pada lahan dengan kemiringan tinggi, pembuatan terasering dapat mengurangi kecepatan aliran air permukaan, sehingga air memiliki lebih banyak waktu untuk meresap ke dalam tanah.
Dampak Positif Pendekatan Berkelanjutan
Implementasi strategi lubang resapan dan pengelolaan lahan berkelanjutan tidak hanya mengurangi risiko banjir tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi petani.
Tanah yang lebih subur dan mampu menahan air dengan baik akan meningkatkan produktivitas jagung. Selain itu, metode ini juga membantu mempertahankan ekosistem lokal dengan mengurangi erosi dan degradasi tanah.
Penutup
Praktik monokultur yang tidak diiringi dengan pengelolaan lahan yang baik adalah ancaman serius bagi keberlanjutan pertanian di Parepare dan sekitarnya. Lubang resapan dan strategi lain yang mendukung infiltrasi air merupakan langkah konkret yang harus segera diterapkan untuk mengatasi dampak lingkungan dari praktik pertanian yang eksploitatif. Dengan beralih ke pendekatan berkelanjutan, petani tidak hanya melindungi mata pencaharian mereka tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang. (*)