Oleh: Aisyah Djauhar
Ketua KOPRI PMII Komisariat IAIN Parepare
Perempuan merupakan sosok yang terhormat sesuai arti kata Perempuan yakni “per” bermakna makhluk “empu” bermakna mulia/dihormati dan “puan” bermakna mahir.
Perempuan selalu menjadi hal menarik untuk di bahas dari berbagai aspek karena memiliki peran dinamis dalam masyarakat.
Dewasa ini, sudah banyak perempuan yang mengepakkan sayapnya di berbagai lini sektor seperti di bidang ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Tentu ini menjadi kabar baik dari usaha-usaha perempuan maupun organisasi perempuan yang sejak dahulu memperjuangkan hak-hak mereka di dunia publik melalui berbagai gerakan emansipasi perempuan.
Meskipun sudah banyak perkembangan telah dicapai oleh perempuan, ketidakadilan gender (ketimpangan) merupakan permasalahan mengakar yang mesti dihadapi oleh sebagian besar perempuan di Indonesia.
Berbagai bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan yakni mencakup subordinasi, marginalisasi, beban ganda, stereotip, hingga kekerasan yang berujung femisida (pembunuhan) terdahap perempuan.
Femisida terhadap perempuan sendiri diartikan sebagai pembunuhan yang disebabkan karena korban merupakan perempuan. Dalam banyak kasus femisida yang dialami oleh perempuan pelakunya adalah orang terdekat seperti pasangan atau mantan pasangan.
Beberapa diantaranya disebabkan karena misogini yakni rasa kebencian terhadap perempuan, superioritas yakni karena pelaaku merasa lebih tinggi di banding korban, adapula disebabkan oleh rasa kepemilikan seutuhnya terhadap tubuh perempuan.
Berdasarkan hasil pengamatan komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan (KOMNAS PEREMPUAN) terdapat 290 kasus femisida terhadap perempuan sepanjang oktober 2023 hingga oktober 2024 .
Bagai fenomena gunung es kasus kekerasan berbasis gender yang berujung femisida terhadap perempuan dari perbandingan pada November 2022-Oktober 2023 sebanyak 159 kasus ,ini berarti perempuan di Indonesia menghadapi ancaman serius terhadap keselamatan dan hak hidup mereka.
Kondisi seperti ini sudah seharusnya menjadi peringatan keras bagi seluruh stake holder, utamanya pemangku kebijakan agar bisa mengambil langkah-langkah konkret untuk meminimalisir kekerasan terhadap perempuan.
Salah satu Langkah yang dapat di tempuh dengan menerapkan Femicide Watch yaitu system pemantauan dan pelaporan kasus femisida secara sistematis.
Selain itu, peran kita sebagai masyarakat yang sadar akan bahaya kekerasan berbasis gender hingga femisida terhadap perempuan sangat dibutuhkan untuk memberikan pengedukasian bagi orang lain,termasuk korban agar mereka memahami hak-haknya.
Kebanyakan kasus kekerasan tidak terlapor dikarenakan korban takut, terintimidasi, dan tidak memiliki dukungan untuk melapor, hingga beberapa kasus kekerasan tersebut berakhir femisida terhadap perempuan.
Jika kekerasan terhadap perempuan berakar dari ketimpangan gender yang terus di rawat oleh mereka yang abai terhadap hak-hak perempuan, maka mari kita menjadi akar rumput yang bersumber dari kesadaran diri untuk terus berjuang menyuarakan keadilan,lindungi hak, dan ciptakan ruang aman bagi perempuan agar keadilan bukan sekedar harapan tetapi kenayataan. (*)