Drama Komunikasi di Oval Office

  • Bagikan

Oleh
La Ode Arwah Rahman

(Magister Ilmu Komunikasi Unhas, Penggiat Media Culture Studi)

Video ini lagi viral dan heboh. Video jalannya diskusi (baca: perdebatan) Trump dan Zelensky di Oval Office. Dari gestur dan bahasa tubuh, jelas Trump berusaha menunjukkan dominasinya sebagai negara adidaya. Sementara Zelensky terlihat defensif, dan sedikit frustrasi. Bayangkan, kalau Putin nonton ini, apa kira-kira reaksinya.

Tentu, menarik melihat drama kisruh komunikasi mereka, mengingat keduanya adalah simbol sumbu pemicu ketegangan dunia saat ini.

Pada dasarnya, komunikasi bukan hanya soal pernyataan yang terucap, tetapi juga tentang cara seseorang berdiri, duduk, dan menatap lawannya. Kadang, diam pun bisa memberi pesan yg lebih jelas daripada sekadar 'omon omon'.

Sebuah tatapan mata, lipatan tangan, atau gerakan jari bisa menjadi penanda dari perlawanan, ketidaknyamanan, ancaman terselubung, atau bisa jadi menjadi serangan paling tajam kepada lawan. Dan dalam dunia politik, mereka yang memahami bahasa tubuh, sering kali adalah mereka yang memenangkan permainan.

Video ini adalah bukti pertarungan komunikasi tak kasatmata terkait kepentingan Amerika dalam perang Rusia - Ukraina, bahkan lebih jelas pesannya dibanding pidato Trump yg berjam jam tentang Ukraina di Pemilu lalu.

Inilah panggung drama komunikasi politik tingkat tinggi, di mana setiap gerakan tangan, lirikan mata, dan postur tubuh mengandung makna yang dalam. Dan itu berlangsung di Oval Office. Ruangan yang selama ini menjadi saksi bisu negosiasi besar dunia.

Di sini, pertunjukkan komunikasi non verbal Trump vs Zelensky layaknya duel tanpa suara yang tak kalah mendebarkan dibanding pesan verbal yang mereka ucapkan.

Dari analisis komunikasi, dengan mudah kita bisa melihat gestur dan ekspresi yang menyiratkan dominasi, ketegangan, dan kegelisahan diplomatik antara keduanya.

Trump tampak duduk di kursi mengenakan jas biru gelap dan dasi merah mencolok. Tangannya terangkat, bukan hanya sebagai tanda bicara, tapi juga sebagai simbol kontrol absolut. Wajahnya menampilkan ekspresi khas: serius, penuh perhitungan, dengan bibir yang sedikit terbuka seakan memberi ultimatum.

Bagi yang paham semiotika komunikasi, ini adalah postur dominasi yang jelas. Trump ingin memastikan bahwa dialah yang mengendalikan alur perbincangan, bahwa kekuasaan tetap berada di tangannya. Dasi merahnya menegaskan pesan tersebut: warna ini bukan sekadar estetika, tapi juga penegasan akan agresi, keberanian, dan otoritas.

Di seberang kursinya, duduk Zelensky dengan pakaian serba hitam, sebuah kontras mencolok dengan lawan bicaranya. Tangan yang terlipat di dada bukan sekadar gestur kasual, melainkan tembok pertahanan.

Postur ini sering diartikan sebagai sikap defensif atau bahkan ketidaknyamanan. Namun, matanya yg sesekali menghindari mata Trump, menunjukkan 'ketidakberdayaan' dan frustrasi. Alam bawah sadarnya memberitahunya bhw ia sedang berhadapan dengan kekuatan besar.

Bahkan ia telah mengetahui hal itu jauh sebelum pertemuan ini. Ia mencoba menetralisir khewatirannya dengan mengenakan setelan serba hitam. Meski ini fesyen kesukaannya, namun hitam secara semiotik adalah lambang ketegasan, perlawanan dalam diam, dan kesiapan menghadapi tekanan.

Namun, yang lebih menarik adalah membayangkan bagaimana Presiden Rusia, Vladimir Putin, bereaksi saat melihat rekaman pertemuan ini.

Bagi seorang mantan agen KGB seperti Putin, yang terbiasa membaca bahasa tubuh dengan ketelitian seorang maestro catur, setiap gerakan dalam pertemuan ini mungkin telah ia analisis hingga ke detail terkecil. Bisa jadi ia menyaksikan ini dengan senyum penuh kemenangan, atau sebaliknya. (*)

  • Bagikan