OPINI, Guru dan Kepsek Terfavorit: Prestasi Pendidikan Rasa Hiburan

  • Bagikan

Oleh: Tri Astoto Kodarie

Seperti judul itulah jawabannya saat seorang teman guru bertanya tentang kegiatan pemilihan Guru dan Kepsek Terfavorit versi salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan pemerintahan. Masih menurut guru tersebut bahwa untuk menjadi terfavorit harus memiliki “like” terbanyak.

“Serupa KDI, Indonesian Idol, Indonesia Mencari Bakat, semuanya yang dikemas model hiburan (entertainment). Kegiatan ini sah-sah saja bila dilakukan oleh pihak swasta, tetapi menjadi pertanyaan jika dianggarkan melalui dana pemerintah yang dalam hal ini APBD," jawabnya sambil tersenyum.

Sungguh akan menjadi sangat subjektif dan lucu bila nanti salah satu guru terfavorit langsung diangkat menjadi Kepala Sekolah. Kalau terfavorit hitungan menggunakan “like” terbanyak, menjadi banyak pihak akan berupaya sebanyak-banyaknya mendapat “like”, termasuk dengan jalan apa saja dilakukan. Padahal sekarang dengan mesin peniru kecerdasan manusia (Artificial Intelligence) telah memproduk beberapa aplikasi “like” yang dalam hitungan detik bisa mencapai ribuan, bahkan puluhan ribu “like”.

Reseller mesin penambah followers, like, subscribers, dan views banyak tersebar di media sosial. Termasuk di Shopee, Tokopedia, dan lainnya dengan harga sangat terjangkau, mulai Rp. 99.000,- sampai ratusan ribu. Sebut saja seperti aplikasi Fire Liker, All SMO, Ice Liker, My Tools Town, Techyhit, dan masih banyak lagi. Jadi modal Rp. 100.000,- saja sudah dapat ribuan like. Tentu termasuk sekolah yang siswanya banyak akan lebih menguntungkan, jika dibanding yang jumlah siswanya sedikit. Kepsek dan Guru akan mewajibkan siswanya untuk “like” dan pemenangnya sudah bisa ditebak.

“Alih-alih ikut meningkatkan kompetensi Kepsek dan Guru melalui berbagai akselerasi di bidang pendidikan, kalau hanya favorit di medsos yang sudah barang tentu akan menguntungkan pemilik akun dengan penambahan voters, termasuk peningkatan followers dan ini akan memberikan penghasilan bagi akun itu," ungkapnya kepada guru itu yang tidak ikut gelaran acara “terfavorit” versi lembaga tersebut.

Lanjutnya, sebaiknya dipilih Kepala Sekolah berdasarkan portofolio atau rekam jejak Kepsek mau pun Guru dalam memajukan pendidikan. Bagaimana kalau setiap tahun sekolahnya kurang siswanya dan jumlah rombelnya terus menurun?

Bagaimana setiap tahun siswanya kurang berprestasi? Bagaimana lingkungan sekolahnya yang kumuh? Dan masih banyak lainnya, termasuk berita yang sangat mengusik tentang “10 SD di Parepare Raih Capaian Terendah dalam Rapor Pendidikan 2025” yang datanya merujuk pada hasil Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2024 yang dirilis oleh Kemendikdasmen dan penilaiannya mencakup literasi, numerasi, serta sejumlah indikator pendukung lainnya. Masihkah kita mau menghibur diri di bidang pendidikan atau akan bekerja keras menuju Indonesia Emas? (*)

  • Bagikan