Taufan Pawe, Anggota Komisi II DPR RI Soroti Lambannya PTSL di Sulsel

  • Bagikan
Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe (tengah) saat RDP dengan Eselon I Kementerian ATR/BPN dan para Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN yang digelar di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Senin, 19 Mei 2025.

JAKARTA, PARE POS-– Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Eselon I Kementerian ATR/BPN dan para Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN yang digelar di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Senin, 19 Mei 2025.

Dalam rapat tersebut, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe menyampaikan sejumlah sorotan tajam terkait implementasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Sulawesi Selatan (Sulsel) serta berbagai permasalahan agraria lainnya di provinsi tersebut.

Taufan Pawe mengungkapkan keprihatinannya atas lambannya progres PTSL di Sulsel yang baru mencapai beberapa persen.

Ia menekankan bahwa hakikat dari PTSL adalah untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan masyarakat.

"Kami menyayangkan program PTSL di Sulawesi Selatan yang masih sangat minim, padahal pada hakikatnya kami harapkan program ini dapat menunjang ekonomi masyarakat," katanya.

Taufan Pawe juga menyoroti banyaknya Hak Guna Usaha (HGU) yang telah berakhir masa penggunaannya, sehingga perlu dipastikan apakah HGU tersebut berbanding lurus dengan izin usaha yang dimiliki masing-masing badan usaha.

"Kami menekankan perlunya perbaikan manajemen pertanahan dan perubahan paradigma agar tidak terjadi penyimpangan," ungkapnya.

Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel ini juga menjelaskan secara spesifik berbagai persoalan pertanahan yang ada di Sulsel, di antaranya terkait kawasan observasi taman nasional dan lahan masyarakat yang diklaim merupakan lahan milik BUMN.

"Saat kami reses di beberapa wilayah daerah pemilihan kami, ada beberapa persoalan pertanahan yang kami dapatkan, di mana ada tanah masyarakat yang bermasalah dan dianggap masuk dalam kawasan taman nasional. Bukan hanya itu, di Kabupaten Pangkep kami juga menemukan adanya lahan warga yang sudah lama bermukim di tempat tersebut tiba-tiba saja menjadi lahan milik BUMN. Ini yang perlu kita perbaiki ke depannya," tegasnya.

Mantan Wali Kota Parepare dua periode ini juga menjelaskan terkait masih banyaknya lahan warga yang pada dasarnya telah sukarela dibebaskan untuk mendukung Program Nasional Jalur Rel Kereta Api, namun sampai saat ini tagihan PBB masih ditagihkan kepada mereka. Hal ini juga menjadi gambaran jika proses sertifikat tanah tersebut belum tuntas padahal masyarakat telah sukarela mendukung program nasional tersebut.

"Selain itu, kami juga sempat menemukan masalah yang cukup kompleks antara masyarakat adat Kajang di Bulukumba dengan pemerintah, pengusaha, dan hadirnya berbagai ekowisata yang berada di tanah adat namun tidak melibatkan masyarakat adat tersebut," pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, Taufan juga mendorong terkait progres penyelesaian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) terhadap 11 pulau di Kabupaten Pangkep. Ia menyampaikan bahwa Kabupaten Pangkep memiliki income per capita dan sektor peningkatan ekonomi yang baik, namun tingkat kemiskinan di Sulsel masih tertinggi diakibatkan karena tidak adanya HPL terhadap 11 pulau tersebut.

"Maka pada momentum ini kami mendorong dan meminta kepada ATR/BPN agar segera ditindaklanjuti, karena tentunya masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep ini sangat menginginkan dan menitipkan harapan besar bagi kami sebagai perwakilan mereka untuk ikut disuarakan. Maka kami tekankan dalam momentum RDP ini," jelasnya.

Selain itu, Taufan Pawe menyoroti permasalahan PTSL di Kabupaten Bone, di mana prosesnya diduga dipersulit dengan adanya permintaan pembayaran di luar ketentuan. Beliau mengajak para pemohon PTSL yang mengalami kendala serupa untuk mengumpulkan data dan masyarakat agar nantinya kita akan menghadirkan Kantah dan Kakanwil ATR/BPN.

Taufan Pawe menekankan pentingnya penegakan hukum, keadilan, dan kepastian hukum dalam penyelesaian konflik agraria di Sulsel. Beliau juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan terkait Dana Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (DPHTB).

Sebagai perbandingan, Taufan Pawe mencontohkan Provinsi Jawa Timur yang telah menggratiskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), namun perlu melihat secara kompleks seperti apa batasan untuk pembebasan tersebut.

Taufan Pawe berharap Kementerian ATR/BPN dapat menjadi wadah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan semua permasalahan agraria di Sulsel dapat segera diatasi dengan baik. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan

Exit mobile version