Opini: Keterkaitan Politik, Ekonomi, dan Sosial dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

  • Bagikan

Oleh: Siti Sahila Saskia
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Parepare

Politik, ekonomi, dan sosial adalah tiga pilar utama yang saling berkaitan dan membentuk fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiganya tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi dalam setiap aspek kebijakan dan praktik kehidupan masyarakat. Sebuah kebijakan politik yang kuat tanpa dukungan ekonomi yang stabil dan kohesi sosial yang baik akan sulit menciptakan kemajuan. Demikian pula, kemajuan ekonomi tanpa keadilan sosial atau stabilitas politik akan rapuh dan berisiko menimbulkan gejolak.

Dari sisi politik, peran utama adalah menciptakan sistem pemerintahan yang adil, transparan, dan demokratis. Politik menentukan arah kebijakan ekonomi dan sosial melalui keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah dan lembaga legislatif. Dalam sistem politik yang sehat, proses pengambilan keputusan berlangsung secara partisipatif dan akuntabel, yang pada akhirnya menciptakan kepercayaan publik dan stabilitas sosial.

Ekonomi, sebagai motor penggerak kesejahteraan, sangat bergantung pada keputusan politik. Kebijakan fiskal, investasi publik, pengaturan pasar tenaga kerja, dan perlindungan terhadap sektor strategis adalah produk dari keputusan politik. Jika pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat dan berpihak pada masyarakat, maka distribusi kekayaan dan peluang akan lebih merata, sehingga mendorong peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh.

Namun, pertumbuhan ekonomi tanpa perhatian terhadap aspek sosial justru dapat memperbesar ketimpangan. Di sinilah letak pentingnya hubungan antara ekonomi dan sosial. Sistem ekonomi yang adil harus mampu memperkecil jurang antara si kaya dan si miskin, serta menyediakan jaminan sosial bagi kelompok rentan. Oleh karena itu, keberhasilan ekonomi harus diukur bukan hanya dari angka pertumbuhan PDB, tetapi juga dari indikator kesejahteraan dan keadilan sosial.

Stabilitas sosial sendiri merupakan hasil dari keselarasan antara keputusan politik dan dampaknya terhadap ekonomi. Masyarakat akan merasa aman dan percaya terhadap negara jika mereka melihat bahwa kebijakan yang diambil memberikan dampak nyata terhadap kesejahteraan mereka. Sebaliknya, jika kebijakan politik hanya menguntungkan segelintir elite dan mengabaikan kebutuhan rakyat, maka keresahan sosial tidak bisa dihindari.

Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, tantangan terbesar adalah menyelaraskan kepentingan politik dengan kebutuhan ekonomi dan tuntutan sosial. Banyak kebijakan yang secara politis populer, tetapi tidak memiliki dasar ekonomi yang kuat, sehingga akhirnya tidak berkelanjutan. Sebaliknya, kebijakan yang terlalu teknokratis dan mengabaikan sensitivitas sosial bisa menimbulkan resistensi masyarakat.

Pendidikan menjadi salah satu titik temu dari ketiga sektor ini. Kebijakan pendidikan adalah keputusan politik, pendanaan pendidikan berasal dari anggaran ekonomi negara, dan hasil dari pendidikan sangat berpengaruh terhadap tatanan sosial. Pendidikan yang merata dan berkualitas akan menghasilkan warga negara yang kritis, produktif, dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan.

Begitu juga dengan kesehatan. Sistem kesehatan nasional adalah gambaran nyata dari keterkaitan politik, ekonomi, dan sosial. Politik menentukan prioritas dan struktur layanan kesehatan; ekonomi menyediakan sumber daya dan investasi; sementara sosial menentukan budaya, perilaku, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan tersebut. Ketika ketiganya tidak sinkron, maka layanan kesehatan menjadi tidak merata dan diskriminatif.

Isu lingkungan hidup juga menunjukkan keterkaitan tiga aspek ini. Politik menetapkan regulasi dan sanksi, ekonomi mendorong aktivitas industri dan konsumsi, sedangkan masyarakat mengalami langsung dampak kerusakan lingkungan. Jika kebijakan lingkungan hanya ditentukan berdasarkan pertimbangan ekonomi tanpa mengindahkan keberlanjutan sosial, maka kerusakan ekologis akan menjadi bom waktu bagi generasi mendatang.

Dalam praktiknya, sering terjadi tarik-menarik kepentingan antara aktor politik, pelaku ekonomi, dan komunitas sosial. Misalnya, dalam proyek pembangunan infrastruktur, pemerintah perlu menyeimbangkan antara kepentingan investor dan hak-hak masyarakat lokal. Jika komunikasi dan transparansi tidak dijaga, konflik sosial sangat mudah terjadi. Oleh karena itu, pendekatan inklusif dan dialogis dalam pembuatan kebijakan menjadi sangat penting.

Kemiskinan juga tidak dapat dipandang sebagai masalah ekonomi semata, tetapi sebagai persoalan politik dan sosial. Kebijakan subsidi, akses terhadap kredit, dan program pemberdayaan ekonomi rakyat harus disusun berdasarkan pemahaman mendalam terhadap dinamika sosial dan pertimbangan keadilan politik. Dengan kata lain, solusi kemiskinan harus lintas sektoral.

Demokrasi ekonomi — di mana masyarakat memiliki akses dan kendali terhadap sumber daya ekonomi — merupakan bentuk ideal dari integrasi antara politik dan sosial. Ketika ekonomi dimonopoli oleh segelintir pihak yang dekat dengan kekuasaan, maka demokrasi sejati menjadi ilusi. Oleh sebab itu, politik harus mampu menata struktur ekonomi agar lebih adil dan inklusif.

Di era digital saat ini, hubungan ketiganya semakin kompleks. Teknologi mengubah struktur ekonomi, memengaruhi pola komunikasi politik, dan menciptakan perubahan sosial yang sangat cepat. Politik harus mampu merespons perkembangan ini dengan kebijakan yang adaptif dan protektif, agar transformasi digital tidak memperlebar jurang sosial, tetapi justru memperkuat partisipasi publik.

Ketika ketiga unsur ini — politik, ekonomi, dan sosial — dapat disinergikan dengan baik, maka pembangunan akan berjalan secara berkelanjutan. Pembangunan bukan sekadar proyek fisik, tetapi proses panjang dalam menciptakan masyarakat yang berdaya, sejahtera, dan bermartabat. Ini hanya mungkin terjadi jika setiap kebijakan dipertimbangkan dengan menyeluruh, tidak sektoral dan tidak semata berorientasi pada kepentingan jangka pendek.

Kesimpulannya, politik, ekonomi, dan sosial bukanlah sektor yang berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan dan harus dikelola secara harmonis. Pemerintah yang visioner harus mampu menjembatani kepentingan ketiganya melalui kebijakan yang adil, partisipatif, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Tanpa sinergi di antara ketiga aspek tersebut, pembangunan hanya akan menghasilkan kemajuan semu yang tidak berpijak pada keadilan dan keberlanjutan. (*)

Editor: PARE POS
  • Bagikan