Lebih Banyak Persamaannya, Beginilah Tata Cara Shalat Sunni dan Syiah

  • Bagikan
Ulama Syiah dan Sunni saling bersalaman usai melaksanakan ibadah shalat di Mesir.
Ulama Syiah dan Sunni saling bersalaman usai melaksanakan ibadah shalat di Mesir.

PAREPOS.FAJAR.CO.ID, PAREPARE– Dua aliran terbesar dalam Islam, Sunni dan Syi'ah memang memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Namun keduanya lebih banyak persamaannya.

Salah satunya dalam hal shalat. Bisa dikatakan, tata cara shalat Sunni maupun Syi'ah memiliki kesamaan yang lebih banyak daripada perbedaannya.

Hal ini terbukti dari banyaknya dokumentasi, baik catatan sejarah masa lalu hingga zaman modern (video maupun foto) yang menampakkan muslim Sunni dan Syi'ah shalat secara berjamaah. Baik imamnya Sunni ataupun Syi'ah.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut kesamaan Shalat kedua Mazhab ini;

Kiblat ke Kakbah

Baik Sunni maupun Syi'ah sama-sama berkiblat atau shalat menghadap ke Kakbah, Masjidil Haram, Makkah Al Mukarramah. Sunni maupun Syi'ah berbagi sejarah yang sama tentang pembangunan Kakbah, terutama dari masa Nabi Ibrahim As hingga Nabi Muhammad SAW.

Sama sekali tidak ada perbedaan. Kita bisa membuktikan dengan masuk ke masjid mana saja dalam negeri yang berpenduduk mayoritas Syi'ah. Semuanya menghadap ke Kakbah. Sama dengan masjid-masjid Sunni.

Gerakan yang Sama

Seperti Fikih Sunni (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali), gerakan shalat dalam Fiqih Syi'ah (Itsna Asy'ari/Ja’fari, Zaidi dan Ismaili) juga terdiri dari lima gerakan pokok, yakni takbiratul ihram, berdiri (bagi yang mampu), rukuk, sujud, dan duduk setelah sujud/tahiyyat.

Perbedaannya hanya pada sedekap. Saat posisi berdiri, muslim Syi'ah tidak bersedekap namun meluruskan tangannya ke bawah. Mazhab Maliki pun juga meluruskan tangannya saat posisi berdiri.

Perbedaan pada gerakan juga terletak pada tahiyyat akhir. Muslim Syi'ah tidak duduk tahiyyat akhir seperti Sunni. Melainkan duduk seperti tahiyyat awal. Jadi dalam Mazhab Syi'ah, bentuk duduk dalam shalatnya sama dari rakaat pertama sampai akhir. Mereka juga tidak menunjuk dalam tahiyyat.

Bacaan

Dalam hal bacaan, Syi'ah dan Sunni hampir tidak ada bedanya. Sama-sama membaca Surah Al-Fatihah di setiap rakaatnya. Dua rakaat pertama membaca surah-surah pendek setelah Al Fatihah. Yang dibaca saat rukuk, i’tidal dan sujud pun juga sama lafaznya.

Hanya saja, muslim Syi'ah tidak mengucapkan lafaz Aamiin setelah Al-Fatihah. Jadi selesai Al Fatihah langsung disambung dengan surah lainnya. Seperti Al Qadr atau Qulhuwallah.

Selain itu, bacaan dalam Shalat Syi'ah cenderung lebih pendek. Seperti di rakaat ketiga dan keempat, muslim Syi'ah hanya membaca Subhanallah wal Hamdulillah wa laa Ilaaha illAllah wAllaahu Akbar sebanyak tiga kali. Kemudian rukuk.

Bacaan Tahiyyat dalam fikih Syi'ah juga lebih ringkas dibandingkan Sunni pada umumnya. Dalam tahiyyat pertama, Syi'ah hanya membaca dua kalimat syahadat serta shalawat. Mereka tidak membaca kalimat salam.

Kalimat salam baru dibacakan di tahiyyat terakhir, setelah membaca syahadat dan shalawat. Adapun teks lengkapnya:

"Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluhu. Allaahumma Shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh. Assalaamu ‘alayna wa ‘alaa ibadillahis shalihin. Assalaamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. "

Qunut

Syiah dan Sunni sama-sama melakukan Qunut di dalam shalat. Sama-sama dilakukan di rakaat kedua. Baik setelah bacaan Alquran atau setelah bangkit dari rukuk (I'tidal).

Perbedaannya, Sunni hanya melakukannya pada Shalat Subuh. Sedangkan Syiah melakukannya pada seluruh shalat, baik di lima Shalat Wajib maupun Shalat Sunnah.

Jumlah Rakaat

Dalam shalat wajib maupun sunnah, tidak ada perbedaan jumlah rakaat antara Sunni dan Syiah. Dalam Mazhab Syi'ah, Subuh juga 2 rakaat, Zuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Magrib 3 rakaat dan Isya 4 rakaat.

Mereka juga mengeraskan suara pada dua rakaat pertama Shalat Subuh, Magrib, Isya dan Shalat Jumat. Begitu pula Shalat Idulfitri maupun Iduladha. Di luar itu, suara dikecilkan.

Waktu Shalat

Jika ada perbedaan yang paling mencolok, itu terletak pada pandangan tentang waktu shalat. Dalam Mazhab Syi'ah, lima shalat wajib terbagi dalam 3 waktu, bukan 5 waktu seperti dalam Sunni. Hanya Subuh yang memiliki waktunya tersendiri. Sementara Zuhur dan Ashar dikerjakan satu waktu. Magrib dan Isya juga punya waktu pelaksanaan yang sama.

Artinya, Mazhab Syi'ah tidak mempermasalahkan jika ada yang melaksanakan shalat Zuhur di waktu Ashar. Atau melaksanakan shalat Ashar lebih awal di waktu Zuhur, setelah shalat Zuhur.

Begitu juga tidak dianggap dosa melaksanakan Shalat Magrib di waktu Isya, atau Shalat Isya lebih awal, disambung tidak lama selesai Shalat Magrib. Yang jelas, tetap melaksanakan lima shalat wajib setiap hari sesuai urutannya.

Namun batasan waktu Isya dalam Syiah hanya sampai sekitar pukul 23.30 waktu setempat. Lewat dari itu, niatnya sudah harus diganti dengan Qadha. Sementara dalam Sunni, tidak mengapa jika melaksanakan Shalat Isya sepanjang belum memasuki waktu Subuh atau sebelum pukul 04.00.

Dalam fikih Sunni, menggabungkan dua shalat wajib dalam satu waktu (kecuali subuh) sebenarnya bisa saja, tapi dalam kondisi dalam perjalanan/Shafar atau darurat. Di luar itu, lima shalat wajib dilaksanakan sesuai waktu yang sudah ditentukan.

Meski demikian, di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Syi'ah, seperti Iran, Irak, Azerbaijan dan Bahrain, azan tetap dikumandangkan dari masjid dalam lima waktu. Jadi, penduduk muslim Syi'ah juga ada yang melaksanakan shalat lima kali dalam lima waktu.

Alas Sujud

Sunni dan Syi'ah tidak memiliki perbedaan dalam gerakan sujud. Tata caranya sama saja, yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari-jari kedua kaki bertumpu ke bumi. Namun untuk alas sujudnya, Syi'ah mewajibkan adanya unsur alam, terutama tanah, batu atau dedaunan.

Karena itu, setiap muslim Syi'ah biasanya membawa turbah atau sejenis tanah yang dicetak bulatan kecil. Turbah ini menjadi tumpuan dahi mereka saat sujud, baik di atas sejadah maupun di lantai.

Jika tidak membawa turbah, bisa diganti dengan kertas yang tidak ada tulisannya. Kertas dianggap bagian dari unsur alam karena terbuat dari tanaman yang tumbuh dari tanah.

Seringkali ada tuduhan Syi'ah hanya mau sujud dengan turbah dari tanah Karbala. Padahal tidak satupun ajaran Syi'ah yang menyebutkan seperti itu. Turbah bisa terbuat dari tanah mana saja, sepanjang tanahnya bersih, tidak tercemari najis. Tanah dari Indonesia yang dicetak jadi turbah pun, sah menjadi alas sujud.

Namun memang, turbah yang berasal dari tanah yang disucikan, seperti Makkah, Madinah, Aqsa, atau Karbala —dalam tradisi sejarah Syi'ah— dianggap lebih mulia dibandingkan lokasi lainnya di muka bumi. Karenanya, sebagian besar muslim Syi'ah mengutamakan turbah dari tanah yang disucikan umat Muslim.

Sebagai kesimpulan, mayoritas ulama Sunni tidak menganggap tata cara shalat muslim Syi'ah itu menyimpang. Begitu juga sebaliknya.

Baik Sunni maupun Syi'ah, dibolehkan bermakmum satu sama lain. Perbedaan hanya menyangkut persoalan khilafiyah yang tidak bertentangan dengan akidah Islam, sesuai jumhur ulama. (*)

  • Bagikan