Pemprov Sulbar Kolaborasi Cegah PMK

  • Bagikan

MAMUJU, PAREPOS.FAJAR.CO.ID-- Kasus penyebaran penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Sulawesi Barat harus terus diwaspadai. Meski diklaim berada di Zona Hijau namun kewaspadaan terus ditingkatkan. Sehingga melalui rapat koordinasi Balai Karantina Pertanian bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan instansi vertikal TNI dan Polri, pencegahan kewasapadaan pengawasan di Sulbar terlaksana dengan baik.

Penjabat Gubernur Sulbar, Akmal Malik mengatakan , pengawasan penyakit mulut dan kuku harus diwaspadai dengan bergerak cepat, dengan kordinasi dan komitemen seluruh pihak terutama vertikal. "Berterima kasih kepada kepolisian dan TNI yang memiliki spirit komando. Kita pemerintah daerah harus introspeksi, karena semua masih bergerak sendiri-sendiri," kata Akmal.

Ia mengatakan, sejatinya masih ada kegagalan terkait kebijakan desentralisasi, karena Daerah masih bekerja sendiri. Apalagi di enam kabupaten yang di Sulbar bukan hal mudah. "Yang harus dipahami salah satunya kita masin lemah ketika menghadapi fenomena global, seperti pandemi yang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan sektoral dibutuhkan gerakan simultan dan serentak dan kompak," ucapnya.

Melalui kegiatan tersebut, Akmal mengimbau kepada seluruh jajaran pemerintah daerah untuk bekerja secara bersama-bersama termasuk unsur forkopimda. "Bupati tolong pahami kelemahan kita karena kita masih bergerak sendiri-sendiri, kita ingin mendorong Pemda baik provinsi tolong siapkan dukungan yang bisa kita berikan," ucapnya.

Ia menginginkan, koordinasi yang dibangun tidak hanya selesai pada rakor tesebut tetapi dibuktikan dalam bentuk nyata dengan kolaborasi. "Kita akan melakukan berbagai langkah, kita ingin Pemda instansi vertikal satu gerakan dan kuncinya ada di pimpinan. Itu sudah saya coba tetapi jangan sampai diatas baik, dibawah tidak jalan, kalau itu tidak jalan khususnya Pemprov saya akan evaluasi," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Sulawesi Barat, Agus Karyono, mengatakan rakor tersebut merupakan agenda untuk menyatukan persepsi sekaligus mensosialisasikan kewaspadaan terkait PMK. "Kita ingin menyamakan persepsi dan pemahaman terkait langkah strategis pencegahan PMK agar tidak masuk di Sulbar," ucapnya.

Dia mengatakan, PMK pada hewan merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan cepat menyebar. "Jika tidak di antisipasi ini akan dapat merugikan di sisi ekonomi," ujarnya. Sebab ia mengaku, jika penyakit PMK menyebar di Sulbar akan berdampak pada stagnasi pengeluaran PMK.

Kapolda Sulbar Irjen Pol Verdianto Iskandar Binticaca, berharap status zona hijau dapat dipertahankan di Sulbar. "Ini adalah tugas kita bersama kita tidak bisa bekerja sendiri, rapat koordinasi ini betul bisa melahirkan komitmen untuk menindaklanjuti apa yang didapat dalam rapat koordinasi ini," ungkapnya.

Menurutnya, hasil rapat koordinasi tersebut harus betul dilaksnakan, sehingga pengecekan bisa betul dilakukan. "Koordinasi ini sangat mudah dikatakan tapi dilapangan sangat sulit dilakukan sehingga koordinasi ini harus betul diterapkan,"jelasnya.

Virus Jembrana

Puluhan ekor sapi mendadak mati di Kabupaten Pasangkayu, tercatat ada 60 ekor. Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pasangkayu, Agus Subekti kepada sejumlah awak media, Sabtu 16 Juni 2022.

Agus mengaku, ternak tersebut mati karena terserang virus jembrana. Dari laporan kematian hewan ternak itu mulai terjadi bulan Juni di Kecamatan Tikke.
Sapi bali diketahui sangat rentan terhadap infeksi penyakit jembrana atau yang biasa dikenal dengan penyakit keringat darah.

Dikutip data dari Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang. Ternak sapi yang rentan terjangkit penyakit jembrana adalah ternak sapi yang berumur lebih dari 1 tahun, dan paling banyak menyerang ternak sapi yang berumur 4 hingga 6 tahun. Penyakit jembrana menyebabkan Kerugian ekonomi yang cukup besar karena angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematiannya (mortalitas) yang relatif tinggi. Selain itu penyakit ini memiliki kecenderungan untuk menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga hewan rentan terhadap penyakit lainnya akibat infeksi sekunder.
 
Etiologi

Penyakit jembrana disebabkan oleh infeksi bovine lentivirus yang termasuk ke dalam famili retrovirus. Virus Jembrana ini selain memiliki hubungan antigenik dengan BIV, juga berhubungan dengan group lentivirus lainnya seperti Human Immunode­ciency Virus (HIV), Simian Immunode­ciency Virus (SIV), Feline immunode­ciency Virus (FIV), Maedi Visna Virus (MVV), Caprine Arthritis Encephalitis Virus (CAEV) dan Equine Infectious Anemia Virus (EIAV).
Penyakit jembrana merupakan penyakit yang tidak bersifat zoonosis, sehingga tidak dapat menular dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Host utama dari penyakit ini adalah sapi bali (Bos javanicus). Bovine lentivirus diketahui dapat bereplikasi dengan mudah dan konsisten hanya pada sapi bali. Infeksi eksperimental pada sapi hasil persilangan (Bos indicus dan Bos taurus) diketahui hanya menghasilkan infeksi ringan atau subklinis. Penyakit Jembrana bersifat akut dan terjadi setelah periode inkubasi pendek yang terjadi selama kurang lebih 12 hari dengan rata-rata kejadian selama 5 hari. Kematian ternak akibat Jembrana terjadi pada 1 atau 2 minggu setelah infeksi.
 
Gejala klinis

Sapi yang terinfeksi penyakit jembrana akan mengalami demam dengan kenaikan suhu tubuh hingga mencapai 41°- 42° C. Pada saat demam akan terjadi penurunan jumlah trombosit di dalam pembuluh darah. Akibat penurunan trombosit ini akan  terjadi perdarahan di kulit yang luka akibat gigitan serangga pengisap darah seperti lalat Tabanus sp, sehingga menyebabkan sapi yang terinfeksi terlihat seperti mengeluarkan keringat darah. Keringat darah merupakan salah satu gejala patognomonis penyakit jembrana yang sangat populer di masyarakat peternak sapi bali. Selain mengalami kenaikan suhu tubuh, sapi yang terinfeksi penyakit jembarana juga dapat mengalami abortus pada betina bunting yang terinfeksi, lethargy, pembengkakan pada kelenjar limfe terutama limfoglandula  parotis, prefemoralis dan praescapularis, diare berdarah, serta mengalami luka pada selaput lendir mulut yang menyebabkan sapi mengalami  kesulitan pada  saat makan sehingga mengalami penurunan bobot badan.
 
Penularan Penyakit

Penularan penyakit jembaran terjadi melalu gigitan nyamuk, lalat atau caplak. Serangga-serangga ini merupakan serangga penghisap darah. Jika serangga menggigit dan menghisap darah sapi yang terinfeksi maka virus akan terbawa dan menular ke sapi lainnya saat serangga tersebut menghisap darah sapi yang sehat. Selain itu transmisi juga dapat terjadi melalui jarum suntik bekas injeksi sapi yang terinfeksi.
 
Diagnosa

Diagnosa penyakit jembrana dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap gejala klinis yang terjadi. Peneguhan diagnosa dapat dilakukan melalui uji ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), Uji Western Blotting dan Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
 
Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan penyakit jembrana dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi dan peningkatan daya tahan tubuh sapi. vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan antigen dari hewan yang telah sembuh dari penyakit jembrana dengan diambil serumnya (antigen) kemudian diinduksi pada hewan,  untuk meningkatkan antibodi atau kekebalan tubuhnya. Percobaan untuk menemukan antigen sebagai bahan utama vaksinasi jembrana dari virus yang tidak aktif sampai sekarang masih mengalami kesulitan, dikarenakan virus ini hanya menekan durasi dan tingkat keparahan penyakit sampai tingkat yang bervariasi atau tertentu saja.

Vaksinasi jembrana diberikan dua kali setahun. Vaksin kedua (booster) diberikan satu bulan sejak vaksin pertama. Peningkatan daya tahan tubuh sapi dapat dilakukan dengan memerhatikan kesehatan ternak. Kesehatan ternak sapi merupakan faktor penting dalam menjaga keselamatan ternak dari berbagai jenis penyakit. Menjaga kesehatan sapi dilakukan memberikan pakan yang cukup, memberikan suplemen, dan memelihara sapi pada kandang yang bersih dan layak. Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan pada kandang dan peralatan kandang dengan disinfektan dan anti serangga.

Pengendalian dapat dilakukan dengan mengontrol lalu lintas hewan di dalam wilayah yang terinfeksi. Hal ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi kejadian infeksi dalam suatu wilayah  untuk membatasi penyebaran penyakit. Dalam hal ini, tindakan pemerintah melalui aturan karantina sangat diperlukan. Langkah pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan isolasi terhadap  hewan yang terinfeksi. Isolasi yaitu mengandangkan sapi yang terjangkit penyakit jembrana secara terpisah dari sapi lainnya.

Ditempat isolasi dilakukan perawatan dan pengobatan sampai sapi tersebut sembuh. Jika ditemukan gejala penyakit yang mengarah pada penyakit jembrana, segera laporkan pada petugas kesehatan hewan terdekat untuk segera mendapatkan penanganan. Ternak yang mengalami kematian segera dikubur. Sisa pakan dan kotoran ternak yang mati juga ikut dimusnahkan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.(*)

  • Bagikan