Berutang Rp11 M di Hutama Karya, Pemkot Parepare Minta Dicicil

  • Bagikan

PAREPARE, PAREPOS.FAJAR.CO.ID -- Utang Pemkot Parepare sebesar Rp 11 miliar lebih kepada PT Hutama Karya dibahas di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Parepare, Senin 19 September 2022.

Pembahasan ini untuk mencari solusi bagaimana utang ini dapat terbayarkan atau terselesaikan. 

Pertemuan ini dipimpin Wakil Ketua I DPRD Kota Parepare, Tasming Hamid, yang dihadiri sejumlah Anggota DPRD atau yang tergabung dalam Banggar antara lain, Kaharuddin Kadir, Kamaluddin Kadir, Yasser Latief, Apriyani Djamaluddin, Asmawati Zainuddin, Rudy Najamuddin, Musdalifah Pawe, Muliadi, dan Bambang Nasir.

DPRD Kota Parepare mengundang PT Hutama Karya yang dihadiri Sarastuti Laksmi, Ayu Trisna, dan Senoaji, Kuasa Hukum PT Hutama Karya Nasrullah didampingi Maulana, Kajari Parepare, Didi Haryono, TAPD Parepare dihadiri Kepala Badan Keuangan, Jamaluddin Achmad, Asisten III Eko W Ariyadi, dan beberapa pejabat yang tergabung dalam TAPD Parepare.

Kewajiban Pemkot Parepare untuk membayar utang sebesar Rp 11.662.062.783 kepada PT Hutama Karya sesuai putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bernomor 41040/IV/ARB-BANI/2018 tertanggal 31 Januari 2019 yang kemudian ditindaklanjuti oleh penetapan eksekusi Pengadilan Negeri Parepare bernomor 10/Pdt.Eks/2020/PN Parepare tertanggal 13 November 2020. 

Kuasa Hukum PT Hutama Karya, Nasrullah menjelaskan, pihaknya mengapresiasi atas kesempatan yang diberikan DPRD Kota Parepare untuk mendengarkan keluhan kliennya terkait permasalahan utang piutang ini yang sejak 2019 telah diputuskan oleh BANI bahwa ini harus dibayarkan oleh Pemkot Parepare.

"Kita tetap berharap harus ada usulan tertulis dari Pemkot mengenai rencana penyelesaian pembayaran utang ini," ungkapnya.

Dari hasil pertemuan tadi, kata Nasrullah, ada beberapa yang diminta, ada tawar menawar terkait waktu penyelesaiannya.

"Tapi dari kami sendiri belum bisa mengambil keputusannya terkait itu karena itu semua harus diputuskan melalui direksi PT Hutama Karya," katanya.

Terkait tawaran yang disampaikan tadi, lanjut Nasrullah, pihak PT Hutama Karya menginginkan ada pernyataan tertulis. Hal ini menurutnya apabila tidak ada tertulis, maka kliennya tidak ada cantolan atau bentuk pertanggungjawabannya seperti apa.

"Mengenai batas waktu, mereka sampaikan meminta 10 tahun, terus ada tawaran kalau bisa pokoknya saja. Tapi itu kan semuanya lisan, kita minta tertulis," tegasnya.

Hal itu, menurut Nasrullah, karena pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, PT Hutama Karya sendiri sudah memberi ruang. PT HK mempersilahkan apabila ada penawaran, itu boleh diusulkan.

"Persoalannya, kesepakatan itu sudah setahun dan sampai sekarang belum ada usulan. Kita kan bingung juga kalau tidak ada usulan. Untuk kepastian hukum, harus ada usulan. Karena dari usulan itu pasti akan dijawab oleh PT Hutama Karya, dan jawaban dari Pemkot, nah itu baru akan clear, dan ada keputusan yang jelas," jelas Nasrullah.

"Permintaan kami tetap harus ada komitmen tertulis, sehingga mengikat pemerintah kota periode ke periode. Siapapun (pejabat) Pemkot ke depan, itu sudah terikat bahwa harus melakukan pembayaran terhadap utang," sambungnya.

Utang ini, kata Nasrullah terkait pengerjaan sayap pasar Lakessi sekitar 10 hingga 12 tahun yang lalu. 

"Terkait pengerjaan sayap pasar Lakessi sekitar 10 atau 12 tahun lalu. Namun, putusan BANI sendiri yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Parepare tahun 2019. Nilainya putusan BANI Rp 11,6 miliar," beber Nasrullah.

Wakil Ketua I DPRD Kota Parepare, Tasming Hamid menjelaskan, rapat telah dilaksanakan bersama PT Hutama Karya, Kajari, Anggita Banggar DPRD, dan TAPD Parepare.

"Kami merekomendasikan, pertama kami meminta PT Hutama Karya ini membicarakan dengan Direksi atau pimpinannya agar utang Pemda yang dibayarkan hanya pokoknya saja yang kurang lebih Rp 8,3 miliar. 

"kalaupun itu disetujui, kami meminta utang tersebut dibayar dalam waktu 10 tahun," sambung Anggota Fraksi Nasdem DPRD Parepare itu.

Lanjut, TSM sapaan Tasming Hamid mengatakan, usulan yang kedua yaitu Kalaupun ternyata tetap keputusan BANI yang dijadikan acuan untuk membayar utang, yang kurang lebih Rp 11 miliar, maka DPRD juga meminta agar itu dibayarkan selama 10 tahun.

"Inilah yang menjadi keputusan dan rekomendasi teman-teman di DPRD. Kami meminta kepada Pemda agar menyurat ke PT Hutama Karya terkait apa yang menjadi rekomendasi kami. Mudah-mudahan bisa terselesaikan," ungkapnya.

Selain itu, TSM mengatakan, bagaimanapun apabila yang menjadi keputusan BANI menjadi acuan, mau tidak mau tetap harus dibayarkan.

"Meskipun kita mengerti bahwa kondisi keuangan kita tidak begitu bagus, sehingga kita meminta agar diangsur 10 tahun," ujarnya.

Lebih jauh TSM menjelaskan, besaran pertahun yang bakal dibayar menyesuaikan dengan utang yang harus dibayarkan.

Apabila PT HK menyetujui usulan DPRD terkait utang yang dibayarkan hanya pokoknya saja sebesar Rp 8 miliar lebih, itu akan diangsur selama 10 tahun.

Begitupun, apabila utang tersebut harus terbayar sesuai putusan BANi yakni Rp 11 miliar lebih, maka itu juga akan diangsur selama 10 tahun.

Artinya, apabila pokoknya saja Rp 8 miliar lebih berarti dibayar tiap tahun Rp 800 juta lebih, begitu juga kalau beserta denda Rp 11 miliar, berarti dibayar Rp 1 miliar pertahun.

"Tadi, pak Kaban (BKD) menyatakan bahwa kita akan masuk di APBD Perubahan nantinya," jelas TSM.

Persoalan utang yang sudah bertahun-tahun belum terbayarkan, TSM menyebut, sebagian besar anggota DPRD termasuk dirinya baru mengetahui bahwa utang ini belum tuntas.

"Pikirannya kami pikir sudah clear, karena di neraca keuangan kami di batang tubuh APBD, itu tidak dibicarakan. Baru kemarin ada suratnya (PT HK) untuk audience, baru kita pelajari ternyata ada utang kita di PT Hutama Karya,

Kendati demikian, TSM mengklaim, Pemkot Parepare mempunya itikad baik, pasalnya setelah dipertemukan antara Pemkot dan PT Hutama Karya, sudah ada titik terang yaitu bakal dianggarkan melalui APBD Perubahan.

"Pemkot mempunyai itikad baik. Buktinya tadi kita sudah pertemukan, dan kemudian nanti di Perubahan Insya Allah akan dianggarkan. Itu menjadi bukti bahwa kami mau melunasi utang ini," jelas TSM.

Jamaluddin Achmad mengatakan, terkait utang kita PT Hutama Karya ini sudah sangat jelas karena sudah keputusan BANI, itu sudah final dan harus dibayar.

"Pemda akan berusaha membayar itu tapi menyesuaikan kondisi keuangan yang ada. Jangan kita mau bayar dua miliar tapi kondisi keuangan kita tidak stabil," Ujarnya.

"Seperti yang disampaikan tadi, apakah kita akan bayar pokoknya saja dan itu dicicil berapa tahun. Karena kalau dibayar sekaligus, kami daerah tidak mampu membayar sekaligus, kami pasti akan bayar dengan diangsur, apakah 10 tahun," sambung Jamaluddin

Dia menambahkan, usai pertemuan ini, pihaknya akan menyurat ke PT HK sesuai usulan hasil pembahasan, untuk mengetahui apakah disetujui hanya pokoknya saja sebesar Rp 8 miliar lebih dibayarkan, atau beserta dendanya.

"Itu sesuai nanti dengan surat kami ke PT HK, setelah ini, kami akan rapat dulu dengan pak sekda bersama TAPD. Kita juga minta nanti ke PT HK apakah kita bayar pokoknya saja. pokoknya Rp 8, sekian miliar, dengan denda Rp 3 miliar lebih, jadi semua Rp 11, miliar lebih," bebernya. (Nan) 

  • Bagikan