MAJENE, PAREPOS.FAJAR.CO.ID -- Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan pelanggaran berat Hak Azasi Manusia (HAM), yang sangat bertentangan dengan martabat kemanusiaan.
Kejahatan kemanusiaan ini, berhasil diungkap Satuan Reskrim Polres Majene setelah mendapat laporan dari salah seorang pekerja inisial AM (43) terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayah Kabupaten Majene.
Berdasarkan laporan itu, Polres Majene berhasil mengamankan seorang perempuan inisial FM (46) warga asal Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene sebagai tersangka.
"Sementara dua lainnya inisial MY dan HM masih buron dan masuk DPO (Daftar Pencarian Orang) Polres Majene," ungkap Kapolres Majene AKBP Toni Sugadri didampingi Kasat Reskrim AKP Budi Adi saat menggelar press release bersama awak media di Aula Wira Pratama Polres Majene, kemarin.
Kapolres Majene mengulas, dalam kurun waktu pada November 2022 atau setidak-tidaknya November 2022, sekitar pukul 18:00 Wita telah terjadi dugaan TPPO.
"Modus yang digunakan tersangka FM adalah menjanjikan pekerjaan sebagai baby sister dan pembantu rumah tangga (PRT) di Arab Saudi kepada korban dan enam rekannya. Setelah berangkat ke Arab Saudi melalui agen yang dikenalkan dari tersangka FM, korban dan teman-temannya menyadari bahwa gaji yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian, hanya dibayar Rp10 juta setelah bekerja selama tiga bulan, padahal seharusnya Rp40 juta," ulasnya.
Ia menjelaskan, sebelum berangkat ke Saudi, korban AM diminta membuat video perkenalan menggunakan bahasa Arab.
"Setelah berkenalan, kemudian berlanjut untuk pengurusan berkas-berkas seperti KTP, KK, dan dokumen lainnya lalu korban berangkat ke Parepare dan bertemu teman-temannya, lalu menuju ke Kendari untuk pembuatan paspor," jelasnya.
Kapolres Majene kembali menerangkan, setelah dari Kendari dan melewati beberapa tahap persiapan, korban AM menuju ke Serang, Provinsi Banten kemudian korban AM bersama dengan tiga temannya menuju tempat penampungan yang berada di kota dan bertemu lelaki HM.
"Tersangka FM mempertemukan korban dengan tersangka lainnya. Jadi FM ini tersangka pertama. Modusnya dia menawari pekerjaan kepada korban untuk mempertemukan dengan tersangka kedua di kota Parepare, selanjutnya ke Jakarta bertemu tersangka ketiga dan ditampung di Serang, Banten sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi," terangnya.
Setelah paspor terbit, lanjutnya, AM diberangkatkan ke Arab Saudi dan dijemput sopir dan paspornya diambil untuk dibawa ke tempat penampungan di Riyadh, lalu berpindah ke penampungan yang sudah disediakan sebelumnya.
"Setelah itu Arfah dibawa ke Kantor AL KOBAR untuk diinterviuw kemudian Arfah menandatangani sebuah kontrak,” ujar Kapolres Majene.
Kapolres menuturkan, di Arab Saudi korban AM ternyata tidak mendapatkan apa yang sudah menjadi kesepakatan kerja.
"Korban justru mengalami perlakuan dan kekerasan dari majikannya, yang semakin memperparah situasi dan merasa dirugikan, sehingga korban AM akhirnya memutuskan untuk pulang dan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib," ujarnya.
Dalam perkara ini, polisi melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap 15 orang saksi yang menjelaskan, bahwa benar telah terjadi tindak pidana perdagangan orang dan telah ditetapkan tiga orang tersangka, yaitu MY, FM, dan HM.
"FM telah kami tahan sedangkan dua orang lainnya kita masukkan dalam DPO," ungkap Kapolres Majene.
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari penyidik, bahwa terhadap tersangka disangkakan Pasal 4 atau Pasal 10 atau Pasal 19 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pasal 81 Jo Pasal 69 atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 atau Pasal 79 Jo Pasal 65 Jo Pasal 13 atau Pasal 86 Jo Pasal 72 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo Pasal 55 KUH.Pidana. (edy)