OPINI: Peran Orangtua dalam Memahami Anak Guna Menjaga Kesehatan Mental

  • Bagikan

Oleh: Audiani
(Mahasiswa IAIN Parepare)

Pesatnya perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia mengakibatkan timbulnya perubahan-perubahan yang dan luas. Psikologis pada remaja harus di perhatikan di era sekarang ini. Jika tidak di perhatikan maka akan mempengaruhi pendapat, cara berfikir dan sikap atau perbuatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei Indonesia National Adolescent Mental Hearth Survey (I-NAMHS), yang menunjukkan bahwa 1 dari 20 (5,5 persen) atau 2,45 juta remaja terdiagnosis mengalami gangguan mental, sedangkan pada tahun 2022 terdapat 15,5 juta (34,9 persen) remaja yang mengalami mental health.

Seseorang yang memiliki ketenangan jiwa dalam menjalani hidupnya berarti memiliki kondisi mental yang baik sebaliknya, seseorang yang kesehatan mentalnya terganggu merasa sulit mengendalikan emosinya bahkan dapat memengaruhi hubungannya dengan orang-orang terdekat, kemampuan dalam berpikir dan munculnya keinginan untuk melukai diri sendiri.

Belakangan ini kita sering melihat dan juga mendegar berita tentang kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa mengapa hal tersebut terjadi di kalangan remaja yang perjalanannya masih panjang? Apakah ini terjadi di sebabkan karena adanya tekanan yang dialami. Sebelum melanjutkan pembahasan terlebih dahulu kita harus mengenali apa itu kesehatan mental dan mengapa kesehatan mental sering di kaitkan dengan anak-anak maupun remaja.

Kondisi kesehatan yang berkaitan dengan kejiwaan, psikis, dan emosi seseorang merupakan pengertian dari kesehatan mental atau mental health, sedangkan kesehatan jiwa adalah merujuk pada keseluruhan keberadaan seseorang, termasuk pikiran, perasaan, dan spiritualitas. Menurut perspektif Islam kesehatan mental merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar secara dinamis berdasarkan Al-Qur’an.

Beberapa situasi yang memicu remaja Indonesia rentan terkena gangguan mental adalah masalah keluarga data yang menunjukkan angka perceraian yang terjadi pada tahun 2022 mencapai 516 ribu kasus. Keluarga yang seharusnya menjadi peran utama bagi anak kini perannya hilang karena perceraian yang terjadi di keluarganya. Bukan hanya masalah keluarga trauma masa lalu, pola hidup yang tidak sehat, cedera otak, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Kesehatan mental sangat penting diperhatikan pada setiap tahap kehidupan dari kecil hingga dewasa. Ada beberapa gejala yang ditunjukkan jika seseorang mengalami gangguan mental seperti sulit fokus dan berkonsentrasi, mudah emosi secara berlebihan dan rentan melakukan kekerasan, suka berteriak, menarik diri dari aktivitas sosial, dan munculnya perubahan suasana hati secara tiba-tiba. Jika anak mengalami gelaja tersebut maka orang tua harus merangkul dan memeriksakan anaknya ke psikolog.

Dapat dilihat pada UUD Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa ini adalah Pasal 29, Pasal 21, Pasal 28H ayat(1) dan Pasal 34 ayat(3). Dan pasal yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak yaitu Pasal 80(1) jo. Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Dalam deklarasi hak anak terdapat 10 asas, pada asas 2 di sebutkan bahwa anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus sehingga mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dan pada asas 6 berisi tentang anak-anak kasih sayang dan perhatian orang tuanya.

Dalam Pancasila telah jelas menegaskan terkait norma-norma, di mana norma tersebut mengatur hubungan antara manusia dengan agama dan masyarakat. Keluarga yang tidak mendukung dapat mengurangi kesehatan mental seseorang adanya tindak kekerasan mental ataupun fisik yang terjadi pada anak menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan mental.

Mengacu pada asas 2 dan asas 6 di atas peran orang tua sangatlah penting dan tentunya mereka harus bisa menjaga kesehatan mental pada anak dengan cara memberikan dukungan sebab pada masa pertumbuhannya remaja membutuhkan seseorang untuk mendorongnya agar lebih dewasa sehingga tidak salah dalam menentukan jalan atau pilihannya.

Selanjutnya yaitu mendorong anak untuk bersikap terbuka kepada orang tua dan membiasakan untuk menceritakan hal-hal kecil dari usia dini akan membantu mereka agar terbiasa menceritakan semuanya, agar anak tidak merasa sendiri atau merasa terkucilkan yang membuatnya takut atau sungkan mengungkapkan apa yang ia rasakan atau pikirkan.

Jika anak terbiasa memendam perasaan maka akan terjadi penumpukan emosi di alam bawah sadar yang akan menyebabkan depresi. Ada berbagai cara untuk mengatasi gangguan mental seperti mengekspresikan diri, pokus pada diri sendiri, meditasi, dan membiasakan gaya hidup sehat seperti olahraga dan makanan yang bergizi.

Menurut sudut pandang Islam hubungan antara keyakinan dan kesehatan jiwa seseorang dapat dilihat dari sikap penyerahan diri terhadap Yang Maha Kuasa, sikap tersebut akan memberikan rasa optimis dan perasaan yang positif seperti rasa bahagia dan aman kita hendaknya selalu memilih teman dan lingkungan yang baik agar apa yang kita dapatkan juga merupakan pengaruh-pengaruh yang positif.

Agama penting untuk membantu dan menggobati masalah kesehatan mental dengan mengamalkan ibadah-ibadah yang sudah ditentukan dan di perbolehkan dalam islam. Seperti sholat, dzikir, membaca Al-Qur’an, dan puasa. (**)

Editor: PARE POS
  • Bagikan