Pentingnya Penanganan Kasus Kejahatan Seksual dalam Sistem Hukum Pidana

  • Bagikan

Oleh : Aura Syakila

Kejahatan seksual menjadi salah satu kasus terbanyak yang terjadi pada tahun 2022. Dikutip dari Databooks, terdapat beberapa jenis kekerasan yang terjadi seperti kekerasan fisik, psikis, pelantaran, traficking, eksploitasi dan masih banyak lagi. Di antara banyaknya jenis kekerasan tersebut kejahatan seksual adalah angka kasus terbesar yakni 11.016 kasus. Apakah jumlah tersebut tidak menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah?

Tingginya tingkat kejahatan seksual menandakan kurangnya intervensi suatu sistem atau moral bagi pelaku atau oknum kejahatan seksual, maka ini menandakan seberapa pentingnya tindakan yang diambil oleh masyarakat bersama dengan pihak berwenang untuk menangani kasus kejahatan seksual. Masyarakat harus membangun moral yang mulia didasari oleh nilai-nilai Pancasila sebagai langkah pencegahan terhadap perilaku yang tidak bermoral dan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan atau memperbaiki sistem yang cacat sehingga mampu untuk mengintervensi tingginya kasus kejahatan seksual di Indonesia.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Kemendikbudrsitek mendefinisikan kekerasan seksual sebagai setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal. Tentu ini selaras dengan kejahatan seksual, di mana perilaku tersebut adalah kejahatan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelecehan seksual yaitu seseorang merasa memiliki kekuasaan, sering menonton video porno dan lingkungan sosial. Seorang operator Prodi salah satu universitas ternama di Sulawesi Tengah sempat booming pada tahun 2022 dikarenakan melakukan pelecehan terhadap mahasiswanya. Mahasiswa tersebut diancam tidak akan di-input nilainya apabila tidak penemani operator tersebut di ruangan tersebut, dan dalam keadaan sepi pada sore hari mahasiswa tersebut dipaksa untuk bercumbu. Setelah dilecehkan mahasiswa tersebut melaporkan kepada polisi setempat.

Kasus kedua terjadi di SMA di Kabupaten Trenggalek. Seorang siswa memperkosa teman sekelasnya dengan alasan sering menonton film porno sehingga penasaran untuk melakukannya. Dalam pemerkosaan tersebut pelaku lebih dari 1 orang. Itulah dampak dari pergaulan sosial.

Saking maraknya kasus kejahatan seksual, berita seakan tidak pernah berhenti untuk menyampaikan betapa banyaknya kasus yang terjadi. Baru-baru ini seorang ustadzah diperkosa oleh pimpinan TPQ. Ini berdampak terhadap psikis dan sosial bagi korban. Seseorang yang mengalami suatu peristiwa yang mengenaskan akan memberikan dampak sehingga korban bisa stress bahkan depresi. Selain itu korban akan kesulitan untuk bergaul karena dampak trauma tersebut merusak psikis korban sehingga menutup diri dari masyarakat sosial, korban menjadi tidak percaya diri. Tidak sedikit korban kasus kejahatan seksual melakukan bunuh diri setelah mendapatkan tindakan pelecehan atau kekerasan seksual.

Pelaku pelecehan seksual terancam hukuman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp. 36.000.000,- . Selain itu pelaku pelecehan seksual akan memiliki catatan kriminal dan harus membayar ganti rugi kepada korban sebagai kompensasi atas kerugian yang diderita.

Adapun Undang-undang yang mengatur tentang pelecehan seksual antara lain adalah UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Untuk mengurangi angka kejahatan seksual yang sangat tinggi di Indonesia maka kebijakan merupakan langkah penting bagi masyarakat dan pemerintah. Dalam sistem hukum pidana, pemberian sanksi terhadap pelaku juga sangat berpengaruh terhadap pelaku-pelaku kejahatan seksual. Gertakan seolah tidak mempan bagi masyarakat khususnya pelaku kejahatan, apalagi jika pelaku kejahatan tersebut mempunyai kekuasaan yang tinggi. Sistem dari negara ini harus dibenahi agar masyarakat dan pelaku kejahatan dapat tunduk terhadap sistem yang baik demi pencegahan terhadap meningkatnya kasus kejahatan sosial.

Penanganan kasus kejahatan seksual dalam sistem hukum pidana yaitu kebijakan pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual dapat ditinjau dari sisi kebijakan tindakan kriminal yang meliputi kebijakan penal (hukum pidana) dan kebijakan non-penal (nonhukumpidana).

Upaya penanganan kejahatan kekerasan melalui kebijakan Penal dilakukan lewat pembuatan perundang-undangan. Garis kebijakan hukum tersebut meliputi antara lain : Keputusan terkait ketentuan pidana apakah harus diubah atau sebaiknya tidak, langkah pencegahan tindak pidana, serta mengenai metode penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan pidana. Pemerintah telah mengatur perundang-undangan mengenai kekerasan seksual salah satunya adalah UU PKDRT, pada pasal 46, 47, dan 48 terdapat aturan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual di lingkup rumah tangga.

Pemerintah juga telah menyikapi terkait tindakan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) No. 30 Tahun 2021 yang secara khusus mengatur tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan kampus, Berdasarkan perundang-undangan yang telah ditetapkan tersebut, dapat dikatakan bahwa pengaturan hukum di Indonesia sudah menuju ke arah perlindungan namun masih terbatas. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version