Waspadai Mobilitas!! Angka Kematian dan Positivity Rate Meningkat

  • Bagikan

JAKARTA,PAREPOS.FAJAR.CO.ID– Menanggapi meningkatnya mobilitas masyarakat pekan ini, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengingatkan warga untuk tidak menurunkan kewaspadaan dan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Apapun jenis kegiatan yang dilakukan, harus dibarengi dengan prokes ketat, mengingat potensi transmisi virus COVID-19 selalu ada. “Sekali lagi kami ingatkan, kegiatan mengisi hari libur yang aman adalah tetap di rumah, batasi mobilitas. Apabila memang harus bepergian, prokes harus selalu dijaga. Kenaikan kasus masih terjadi, kematian karena COVID-19 kembali tinggi. Mari berhati-hati,” tegas Johnny, melalui rilis resminya, Selasa 1 Maret, pagi ini.

Ia menekankan bahwa belum ada pelonggaran aturan protokol kesehatan, sehingga masyarakat tetap diharapkan disiplinmengenakan masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak. “Hindari kerumunan, kurangi mobilitas, patuhi aturan pembatasan kegiatan yang berlaku di wilayah masing-masing,” tandas Johnny. Terpisah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Soedjatmiko menggarisbawahi bahwa protokol kesehatan di Indonesia belum dapat dilonggarkan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah angka kematian karena COVID-19 yang meningkat terus sejak Januari hingga 27 Februari 2022. “Bulan Desember angka kematian setiap hari di bawah 10 orang. Mulai akhir Januari setiap hari kematian meningkat terus, sampai akhir Februari menjadi sekitar 250-300 kematian setiap hari di Indonesia,” papar Soedjatmiko yang juga akrab dipanggil Prof Miko.

Hal tersebut, dikatakannya, menunjukkan bahwa proses penularan masih hebat di Indonesia. Begitu pula risiko sakit berat dan kematian karena COVID, masih tinggi. “Terutama bagi lansia dan yang belum divaksinasi COVID atau belum lengkap,” imbuh Prof Miko. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa angka positivity rate di Indonesia juga masih meningkat. Dalam kondisi penularan masih tinggi dan cepat, positivity rate lebih dari 5% di 33 provinsi per 26 Februari, serta angka kematian meningkat terus setiap hari, maka protokol kesehatan masih sangat diperlukan sebagai perlindungan masyarakat. “Kalau dilakukan pelonggaran protokol kesehatan, maka akan terjadi lonjakan peningkatan kasus yang tidak terkendali. Rumah sakit akan kewalahan, angka kematian di isoman (isolasi mandiri) dan di rumah sakit akan meningkat tajam,” kata Soedjatmiko.

Meskipun cakupan vaksinasi sudah lebih tinggi dari sebelumnya, ia mengingatkan bahwa upaya membentengi diri agar virus COVID-19 tidak masuk ke tubuh kita harus tetap dilakukan. Diantaranya dengan cara mengenakan masker medis atau masker kain 3 lapis dengan benar. Hal ini dikarenakan, meski per 28 Februari 2022 cakupan vaksinasi COVID-19 secara nasional mencapai 69% untuk dosis kedua, akan tetapi cakupan tersebut belum merata. “Hanya 9 provinsi yang cakupannya lebih dari 70%, sedangkan 25 provinsi lain cakupannya masih di bawah 70%, dengan kemungkinan ada kabupaten/kota dan kecamatan/desa yang cakupannya lebih rendah. Lansia yang paling berisiko sakit berat, cakupan vaksinasi dosis keduanya baru 53,5%, sedangkan dosis ketiga (booster) baru mencapai 6,2%,” jelas Prof Miko yang juga anggota ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization).

Ia juga menyoroti vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun, yang mana cakupan dosis kedua baru mencapai 40,8%, sehingga PTM (Pembelajaran Tatap Muka) di daerah dengan positivity rate lebih dari 5% sangat berisiko menimbulkan penularan pada murid, guru, orangtua dan lansia di rumah. “Oleh karena itu perlu percepatan vaksinasi primer untuk anak umur 6-11 tahun dan booster (suntikan ke-3) untuk lansia,” tegas Prof Miko. Berdampingan dengan terus ditegakkannya protokol kesehatan dan percepatan vaksinasi, ia mengharapkan upaya tracing dan tracking tetap digencarkan.

Selain itu dilakukan isolasi untuk kasus- kasus baru dengan pemantauan yang baik. “Perawatan di rumah sakit untuk kasus yang tidak bisa isoman atau sulit di pantau, dan yang secara klinis ada gejala sedang atau berat,” tuturnya. “Kita juga harus dapat mencukupi persediaan dan distribusi obat-obat anti COVID-19 ke semua daerah secara proporsional dan teratur, sesuai dengan perkiraan jumlah kasus berdasarkan data kasus baru minggu sebelumnya. Tak kalah penting, permudah akses dan kecepatan mendapatkan obat anti COVID tersebut bagi masyarakat yang terindikasi,” tandas Prof Miko.(*/ade)

  • Bagikan