Peluru Panas dalam Debat

  • Bagikan

Besok Giliran Cawapres, Hasrullah Pesan Jangan Bertele-tele

MAKASSAR, PAREPOS.FAJAR.CO.ID - Reaksi publik terhadap hasil debat lalu, menjadi bahan evaluasi sangat berharga bagi pasangan capres-cawapres menghadapi debat tahap selanjutnya. Kekurangan dalam debat dibenahi seoptimal mungkin, sedangkan yang mendapat respons positif lebih dimatangkan lagi.

Hal tersebut disampaikan pengajar komunikasi politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Hasrullah, di Makassar malam tadi. Ia dihubungi  terkait akan digelarnya lagi debat cawapres pada 21 Januari besok.

Hasrullah yang beberapa kali menjadi pemandu dan panelis debat pilkada di sejumah kabupaten/kota di Sulsel ini pun kembali mengingatkan bahwa, debat itu adalah panggung mempertontonkan kematangan atau kecerdasan intelektual dan emosional. Karenanya, kata Hasrullah, penguasaan materi dengan dukungan data akurat sangatlah penting.

“Ini menyangkut citra. Karena itu, bersiaplah dengan bahan debat sebelum menuju panggung debat,” tandas  komunikolog yang kerap menjadi pembicara dalam seminar, baik di daerah maupun nasional ini.

Menurut Hasrullah, ada postulat dalam komunikasi debat, setiap pembicara yang beradu argumen di depan publik harus menguasai masalah yang diperbincangkan. Mereka harus menguasai  materi debat di dalam forum.

“Jika setiap pesan atau political message tidak dapat dikendalikan  ata dijawab, maka akan menjatuhkan wibawa dan leadership di depan publik. Jika pesan debat tidak dijawab, maka pesan itu berubah menjadi ‘peluru panas’ yang menembak kepala aktor politik, sehingga akan kehilangan wibawa dan jati dirinya sebagai pemimpin,” tuturnya.

Karena itulah, tambah Hasrullah, kecerdasan intelektual dan emosional  sangat penting dimiliki. Keduanya merupakan variabel yang dapat mengontrol setiap kata, variabel yang menjadi kunci memahami setiap makna yang dipermasalahkan. 

Karena itu, kata pria kelahiran 7 Maret 1962 ini,  para capres-cawapres harus memperhatikan beberapa hal ketika berada di panggung debat. Pertama, kata dia, perhatikan kuantitas narasi dalam debat.

“Perdebatan harus memberikan informasi yang cukup dan tidak bertele-tele. Logika otak kita, perlu fokus terhadap tema debat. Berapa menit pun waktu yang diberikan harus bisa menjelaskan,” tandas mantan kepala Pusat Pengembangan Kuliah Kerja Nyata Unhas ini.

Selanjutnya, Hasrullah menekankan perlunya capres/cawapres fokus pada pembicaraan berkualitas. Ia mengingatkan, semua diksi yang keluar ke ruang publik, jika bobot narasinya rendah dan irasional akan menghasilkan nilai negatif di publik.

“Publik akan melihat bahwa kandidat itu kurang cerdas menjawab pertanyaan,” ujar Hasrullah. Ia menambahkan, “Setiap narasi yang dilemparkan ke publik harus mengandung kebenaran atau fakta.”

Hal lainnya, ujar penggagas KKN Nasional Kebangsaan ini, setiap diksi yang dilontarkan harus mempunyai relevansi. Gagasan yang dilontarkan, kata dia, sesuai dengan substansi.

“Kalau ada kandidat yang tidak menjawab pertanyaan debat, itu artinya tokoh tersebut memperlihatkan ketidakmapuan secara logika dan pikiran jernih,” ujar penulis di sejumlah media massa, baik lokal maupun nasional.

Selain hal-hal di atas, Hasrullah juga menekankan perlunya memperhatikan tata krama dalam debat. Kata dia, jangan mengatakan sesuatu yang tidak jelas, ambigu, atau menyampaikan diksi yang irasional.

Penulis buku Dendam Konflik Poso yang diterbitkan Gramedia ini, pun mengingatkan agar setiap teks, setiap kata yang disampaikan harus bisa dipertanggungjawabkan.

“Setiap jawaban dan kontestasi wacana nilai pesan harus benar-benar mengandung kebenaran,” tandasnya.

“Itulah yang kemarin saya katakan, sebelum masuk arena debat setiap calon sebaiknya di-coaching di internal mereka. Supaya benar-benar siap debat dengan materi yang sesuai fakta atau kebenaran. Lima poin yang saya sebutkan di atas, saya kira bisa jadi referensi,” tandasnya. (*)

  • Bagikan