Bagaimana Pendidikan Agama dan Etika Berubah Menjadi Penyebab Korupsi?

  • Bagikan

PAREPARE, PAREPOS.FAJAR.CO.ID -- Hampir setiap hari, kasus korupsi di Indonesia diberitakan di media cetak dan elektronik. Kondisi ini tentu memprihatinkan, bahkan sangat menyedihkan, karena perbuatan tidak bermoral ini juga terjadi selama pandemi COVID-19.

Jika korupsi itu sendiri adalah "pandemi", maka korupsi di tengah pandemi merupakan pandemi di atas pandemi.

Korupsi masih menjadi masalah rumit di Indonesia karena dilakukan secara sistematis. Orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi penyumbang terbesar korupsi.

Menurut Laode M Syarif, mantan Wakil Ketua KPK, sekitar 86 persen koruptor adalah lulusan perguruan tinggi. Kenyataan pahit ini semestinya harus menjadi perenungan sembari bertanya: apakah korupsi telah menjadi “budaya” bangsa yang sulit untuk dieliminasi?

Korupsi telah ada sejak awal kehidupan manusia, terutama sejak munculnya organisasi kemasyarakatan yang kompleks dan rumit.

Korupsi telah ada sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Romawi, dan abad pertengahan. Ini menunjukkan bahwa korupsi sudah ada sejak lama dalam sejarah manusia.

Kasus korupsi di Indonesia telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, pembesar kerajaan dan pejabat Hindia Belanda melakukan korupsi. Konflik kekuasaan dan keinginan untuk memperkaya diri sendiri menyebabkan keruntuhan kerajaan-kerajaan nusantara dahulu.

Beberapa pendapat menyebutkan faktor penyebab korupsi. Salah satunya karena gagalnya pendidikan agama dan etika.

Agama dianggap tidak berfungsi sebagai penghalang moral bangsa untuk mencegah korupsi. Pemeluk agama hanya melihat agama sebagai hal yang berkaitan dengan cara beribadah, sehingga agama hampir tidak memiliki peran dalam kehidupan sosial.

Sedangkan, agama memiliki peran yang lebih besar dalam kehidupan sosial dibandingkan dengan institusi lainnya karena agama memiliki hubungan atau ikatan emosional dengan para pemeluknya.

Agama memiliki potensi untuk menyadarkan umat bahwa korupsi memiliki konsekuensi yang sangat buruk karena merupakan perbuatan yang haram untuk dilakukan. (*)

Oleh: Andi Marlina, M.H. (Dosen Hukum Pidana IAIN Parepare)

  • Bagikan